Tentu saja, hal semacam itu tidak hanya dilakukan oleh Hajime Isayama, jauh sebelum itu, pada 1947, seorang sastrawan kelahiran Aljazair juga melakukan hal yang sama.
Sebelum mengulik lebih lanjut tentang karya Hajime Isayama, ada baiknya apabila Anda sejenak mundur ke 1947, ketika seorang sastrawan kelahiran Aljazair berusaha menggambarkan kekejaman Nazi melalui simbol-simbol dalam karangannya.
1. La Peste Karya Albert Camus
Pada 1947, seorang penulis sekaligus filsuf Prancis kelahiran Aljazair, bernama Albert Camus, menulis sebuah novel kondang berjudul La Peste.
La Peste adalah salah satu novel populernya selain Le Mythe de Sisyphe dan L'Etranger, dan dianggap sebagai novel yang paling mewakili pemikiran Albert Camus.
La Peste, yang dalam terjemahan Bahasa Indonesia dimaknai sebagai penyakit sampar, mengisahkan tentang wabah sampar yang melanda kota Oran, yakni kota terbesar kedua di Aljazair.
Dalam novel karangannya tersebut, dikisahkan bahwa setelah wabah sampar melanda, penduduk kota Oran menjadi terkucilkan.
Ketenaran La Peste membuat para kritikus sastra membedah karangan tersebut.
Mereka sepakat, bahwa melalui novel yang dikarangnya itu, Albert Camus berusaha menyampaikan beberapa simbol yang mewakili situasi Prancis pada 1937, yakni ketika Prancis dikuasai oleh Nazi Jerman.