Fenomena Childfree Tuai Kontroversi, Guru Besar Sosiologi Unair Jelaskan Ini

- 28 Agustus 2021, 06:41 WIB
fenomena Childfree yang sempat heboh beberapa waktu yang lalu karena merupakan pilihan Gita Savitri, timbulkan pro dan kontra
fenomena Childfree yang sempat heboh beberapa waktu yang lalu karena merupakan pilihan Gita Savitri, timbulkan pro dan kontra /Pixabay/Марина Вельможко

MALANG TERKINI – Fenomena childfree menjadi topik hangat yang diperbincangkan di media sosial akhir-akhir ini. Childfree, sebuah keputusan pasangan untuk tidak memiliki anak.

Seperti pendapat konten kreator sekaligus feminis Indonesia, Gita Savitri Devi yang tempo lalu menggemparkan jagat maya dengan pilihan childfree yang dianutnya.

Dan fenomena childfree pun menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Tentu saja, pro dan kontra tersebut dengan berbagai argumen sendiri. 

Baca Juga: Apa itu Childfree? Ini Penjelasan Lengkap dan Alasannya Menurut Psikolog

Dilansir dari gitasav.com, tentang perempuan yang diperdebatkan. Pilihan childfree sudah diputuskan sejak awal menikah dengan Paul Partohap. Memutuskan untuk tidak mempunyai anak, menurutnya adalah hak asasi perempuan. Sang pemilik rahim lah yang berhak memutuskan yang terbaik untuk dirinya.

Bukan hanya Gitasav, Cinta Laura pun memiliki pandangan yang senada. Menurutnya tidak mempunyai anak dapat membantu dunia yang sudah ‘over’ populasi.

Menanggapi childfree, dilansir dari news.unair.ac.id, Guru Besar Sosiologi Unair Surabaya Prof.Dr.Bagong Suyanto,Drs.,M.Si, berpendapat bahwa jaman dulu status sosial dan eksistensi perempuan dilihat dari seberapa banyak Ia bisa melahirkan anak. Namun seiring berkembangnya zaman, indikator tersebut berubah dan sudah tidak lagi diukur dari hal tersebut melainkan kesuksesan perempuan diukur dari karir dan prestasinya.

 “Jadi kalau sekarang muncul perempuan yang mengumumkan childfree atau tidak ingin punya anak, itu adalah perkembangan baru yang sah-sah saja untuk dilakukan. Hanya saja pada titik tertentu, saya yakin ada kerinduan untuk punya anak akan muncul,” ucap Pakar Sosiologi UNAIR.

Baca Juga: 6 Tips Belajar Bahasa Inggris Menurut Gita Savitri

Memiliki anak atau tidak, menurutnya adalah kebebasan yang sifatnya personal. Keputusan tersebut juga bukan mutlak dari perempuan melainkan keputusan pasangan sebagai keluarga.

Meskipun pro dan kontra, childfree bukanlah hal baru di luar negeri. Hanya saja perbedaan masyarakat dalam menghormati hak memang menimbulkan banyak respon. Di Indonesia masyarakat menganggap  childfree lebih menghargai hak kelompok, sedangkan di luar negeri dianggap sebagai menghormati individu atau hak privat.

Menurutnya terdapat dua alasan seseorang memilih childfree yaitu karena usia dan karir. Ia menjelaskan bahwa seseorang memilih menunda memiliki anak karena usianya masih muda dan menunggu usia yang benar-benar matang. Sementara alasan lainnya adalah untuk meraih kesuksesan dalam berkarir karena memiliki anak akan menjadi rintangan atau halangan tersendiri. ***

Editor: Yuni Astutik

Sumber: Unair


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x