Memahami Pelajaran Hidup dari Film Ngeri-ngeri Sedap

- 28 Februari 2023, 21:11 WIB
Memahami pelajaran hidup dari film ngeri-ngeri sedap
Memahami pelajaran hidup dari film ngeri-ngeri sedap /Tangkapan layar YouTube/HAHAHA TV/

MALANG TERKINI – Film Ngeri Ngeri Sedap disutradarai oleh Bene Dion, seorang sutradara, komedian, penulis skenario, dan aktor berkebangsaan Indonesia. Film bertema keluarga ini memiliki nilai pelajaran hidup yang layak untuk diambil hikmahnya.

Film ini mengisahkan pasangan suami istri yang berasal dari Toba, Sumatera Utara. Mereka memiliki empat anak yang terdiri dari tiga anak laki-laki yakni Domu, Gabe, dan Sahat serta anak bungsu perempuan yang bernama Sarma.

Pasutri tersebut tinggal bersama Sarma, anak bungsu mereka. Pasangan suami istri tersebut mengharapkan ketiga putranya yang merantau ke pulau Jawa untuk pulang ke kampung halaman. Pasutri tersebut menciptakan konflik palsu sehingga ketiga putra mereka bersedia pulang ke Toba, kampung halaman mereka.

Baca Juga: Daftar Pemeran dan Sinopsis Film Ngeri-ngeri Sedap, Sedang Tayang di Bioskop

Bene Dion selaku sutradara film tersebut memasukkan unsur nilai budaya Batak serta konflik pertentangan sudut pandang mengenai budaya dan perkembangan zaman. Konflik sudut pandang ini terjadi antara Pak Domo sebagai tokoh bapak dan ketiga anaknya yang telah lama merantau ke pulau Jawa.

Pak Domo menginginkan putra-putranya untuk mematuhi tradisi adat Batak. Sebagai seseorang suku batak, Pak Domo menginginkan anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang baik dan mendapatkan gelar-gelar tertinggi dalam pendidikan.

Pak Domo juga cenderung menjaga nama baik keluarga berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam tradisi masyarakat dan harga diri sebagai orang suku Batak. Oleh karena itu, Pak Domo menginginkan semua anaknya menjalani profesi pekerjaan sesuai keinginan Pak Domo seperti menjadi Hakim, Jaksa, dan PNS.

Namun, keinginan Pak Domo ditentang oleh ketiga putranya. Ketiga putranya tersebut cenderung memiliki perspektif berbeda mengenai hal-hal yang ingin mereka jalani dalam hidup.

Baca Juga: Ajay Banga Dicalonkan Sebagai Pemimpin Bank Dunia, Apa itu Bank Dunia?

Bene Dion memberikan pandangannya mengenai konflik perspektif yang dikisahkan dalam film tersebut di kanal Youtube milik Helmy Yahya pada 31 Oktober 2022. Menurutnya, setiap orang memiliki latar belakang yang berbeda-beda sehingga menimbulkan perspektif yang berbeda pula.

“Walaupun ada beberapa orang yang merasa tidak setuju tapi sebenarnya yang ingin kusampaikan tidak ada yang benar, tidak ada yang salah. Semua perspektif itu punya alasannya masing-masing,” ujarnya.

Bene juga menekankan bahwa film yang disutradarainya tersebut bukan merupakan upaya untuk membuat orang-orang menjauhi tradisi dan budaya tertentu, khususnya tradisi Batak.

“Pada awalnya dulu pun aku yakin budaya batak yang sekarang belum tentu begini. Memang ada perubahan yang terkait dengan zaman. Bukan berarti budaya kita tinggalkan tapi kita harus menerima kemajuan zaman tapi budayanya juga kita coba ikuti supaya balance” tutur Bene.

Baca Juga: 10 Pantai Cantik yang Wajib Dikunjungi di Jawa Tengah

Dengan tayangnya film tersebut, Bene berharap masyarakat dapat menjaga hubungan baik antar anggota keluarga. Film ini diharapkan untuk menjembatani orang-orang yang saling berbeda sudut pandang agar dapat mewujudkan lingkungan keluarga yang harmonis.

“Perlulah sebuah budaya ada tontonan begini supaya budaya ini tidak disalahpahami,” ungkap Bene menambahkan.

Selain itu, film tersebut juga diulas oleh Rhenald Kasali di kanal Youtube pribadinya pada 17 Juni 2022. Reynald membahas mengenai pelajaran hidup yang dapat diambil dari film tersebut.

Rhenald memuji orang Batak yang memiliki hasrat untuk belajar di level tertinggi di dunia pendidikan. Menurutnya, para orang tua suku Batak sangat peduli terhadap masa depan anak-anak mereka.

“Masyarakat di Indonesia yang ingin sekolah terus sampai perguruan tinggi dan mencapai gelar tertinggi itu memang adalah orang Batak, tuturnya.

Baca Juga: Sinopsis Film Bismillah Kunikahi Suamimu, Dibintangi Rizky Nazar dan Syifa Hadju

Rhenald juga memberikan pandangannya mengenai kepedulian orang tua terhadap anak-anaknya. Para orang tua cenderung selalu ingin berada di dekat anak-anaknya.

“Kerinduan orang tua memang sesuatu yang tidak bisa dihindarkan,” ujar Reynald.

Namun, Rhenald juga memberikan pandangannya mengenai dilema para orang tua yang ingin anak mereka meraih kehidupan terbaik. Namun, sebenarnya mereka mengesampingkan sudut pandang anak-anaknya mengenai standar kebahagiaan.

Dalam proses pendidikan, para orang tua menginginkan anaknya agar mendapatkan keberhasilan dalam pekerjaan maupun kesejahteraan hidup secara umum. Namun, di sisi lain, para orang tua menginginkan anak-anaknya untuk mendapatkan keberhasilan sesuai standar keinginan mereka.

Hal inilah yang menimbulkan fenomena yang disebut Rhenald sebagai proses disrupsi pendidikan.

Rhenald menganalogikan hal tersebut dengan burung rajawali dan merpati. Rajawali digambarkan sebagai burung penyendiri yang terbang bebas mengarungi cakrawala. Rajawali memiliki sayap-sayap yang kuat karena induk rajawali selalu melatih anak-anak mereka dengan keras sejak masih kecil.

Baca Juga: Sinopsis Film No Escape, Aksi Keluarga Asal Amerika yang Terjebak dalam Peristiwa Kudeta Berdarah

Di sisi lain, merpati digambarkan sebagai burung yang hanya berkumpul dan terbang dengan kawanannya. Merpati terbang di daerah sekitar mereka saja karena ada tradisi menjahit sayap burung merpati agar tidak dapat terbang jauh. Oleh karena itu, merpati cenderung bergantung kepada orang yang memberi mereka makan.

Mengenai hal tersebut, Reynald menganalogikan dua jenis anak yang diinginkan orang tua dengan burung rajawali dan merpati. Menurutnya, jika para orang tua menginginkan anaknya menjadi seperti rajawali, jangan membelenggu keinginan anak-anak mereka sehingga mereka hanya akan menjadi seperti merpati.

Rhenald menambahkan bahwa hal tersebutlah yang menimbulkan dilema bagi para orang tua.

“Kita ingin anak-anak kita sukses terbang tinggi, maka kita pun menyekolahkan mereka, merantau ke kota, keluar dari adatnya tetapi kita lupa bahwa di sana mereka akan berakulturasi, berteman dengan orang yang berasal dari suku-suku lain. Tidak menutup kemungkinan pula mereka akan meninggalkan suku kita dan menikah dengan suku lain,” ujar Rhenald.

Berdasarkan hal tersebut, Rhenald berharap para orang tua memiliki kesadaran bahwa anak-anak mereka memiliki pilihan sendiri dalam menentukan jenis kebahagiaan dalam hidup.***

Editor: Iksan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x