MALANG TERKINI – Semakin matangnya usia menikah di Indonesia, tidak mengurangi pertanyaan “kapan nikah” atau “kapan lainnya” yang sering dilontarkan sanak saudara ataupun para tetangga saat silaturahmi Lebaran.
Meskipun sekedar basa-basi, pertanyaan itu menjadi cerminan ekspektasi sosial terhadap status pernikahan seseorang, yang membuat para lajang harus selalu bersiap menghadapinya.
Bagi sebagian orang, momen Lebaran bisa menjadi suatu peringatan dan membuat rasa waswas. Ketika bersilaturahmi dengan keluarga, pertanyaan bersifat personal seperti ”kapan nikah” selalu tak terhindarkan. Berapapun usianya, ketika diketahui belum memiliki pasangan, pertanyaan itu dipastikan selalu muncul.
Lebaran tiba, siap-siap diberondong pertanyaan "kapan nikah?"
Tekanan untuk berubah menjadi dewasa begitu berusia 25 tahun, krisis seperempat kehidupan mulai melanda, dan tiba-tiba merasa dibebani dengan tanggung jawab yang mungkin sebelumnya tidak terlalu dipikirkan.
Mendapatkan pekerjaan yang baik, mendapatkan sejumlah uang, lalu tiba-tiba semua temanmu menikah.
Tiba-tiba juga kerabat yang tidak pernah kita ajak bicara, datang membombardir dengan pertanyaan "kapan nikah?"
Perasaan mengganggu karena harus menikah ini ternyata berdampak buruk pada kesehatan mental dan emosional seseorang, selain tanggung jawab dan tekanan lain yang lebih penting dalam hidup.
Baca Juga: 8 Fakta dan Tradisi Perayaan Bulan Suci Ramadhan di Mesir, Cahaya Fanoos hingga Tembakan Meriam