Artinya: "Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: "Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus." HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi.
Hadits tentang Rebo wekasan di atas dinilai dhaif oleh kalangan ahli hadits, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai pegangan hukum.
Baca Juga: Doa Rebo Wekasan dan Terjemahannya
Dalil hadits kedua tentang Rebo wekasan datangnya dari Abu Hurairah r.a yang tercatat dalam kitab Shahih Bukhari Muslim. Berikut redaksi haditsnya:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadits kedua ini mayoritas ulama sepakat bahwa kepercayaan tentang turunnya malapetaka di hari Rabu terakhir bulan Safar itu tidak dibenarkan.
Baca Juga: Amalan Rebo Wekasan Tolak Seluruh Mara Bahaya Diijazahkan Oleh Mbah Maimun Zubair Serta Sejarahnya
Namun, ulama juga tidak melarang umat Islam melakukan amalan tertentu pada Rebo wekasan asalkan tidak meyakini bahwa hari itu merupakan hari sial tempat turunnya malapetaka.
Umat Islam harus percaya bahwa tidak ada malapetaka dan kesialan kecuali atas izin Allah. Karena itu, berdoa memohon kepada Allah agar terhindar dari bencana diperbolehkan dan tidak harus dilakukan pada Rebo wekasan.