Tim Peneliti Internasional Usulkan Nama Spesies Homo Bodoensis untuk Memperdalam Pemahaman Nenek Moyang

1 November 2021, 18:27 WIB
Homo bodoensis, nama spesies manusia purba yang baru diusulkan para peneliti internasional yang masih menuai komentar para antropolog. /Pixabay/Syaifulptak57

MALANG TERKINI – Evolusi manusia adalah hal yang kompleks, terutama selama zaman Pertengahan Pleistosen.

Saat itu, sekelompok primata berotak besar di Afrika berkembang menjadi beberapa spesies, salah satunya pada akhirnya akan berevolusi menjadi manusia modern.

Dilansir dari The Globe and Mail, bulan Oktober ini tim peneliti internasional mengusulkan cara untuk memahami catatan fosil yang semakin membingungkan dari periode tersebut, yang berkisar antara sekitar 780.000 hingga 126.000 tahun yang lalu.

Baca Juga: Menurut Penelitian, Inilah 6 Faktor Umum Mengapa Lansia Tinggal di Panti Jompo Wreda

Proposal tersebut mencakup penghentian dua nama spesies yang menurut para peneliti tidak lagi masuk akal dan menambahkan spesies baru yang merupakan pendahulu Homo sapiens, yakni Neanderthal.

Mirjana Roksandic, seorang profesor bioantropologi di Universitas Winnipeg merupakan penulis utama makalah yang membahas tentang reorganisasi struktur kekerabatan manusia selama Pertengahan Pleistosen.

Ia menuturkan bahwa mereka memulai pembicaraan tentang keragaman, pergerakan, dan interaksi antara kelompok-kelompok yang berbeda dan hal itu memerlukan penamaan spesies baru.

Baca Juga: Penelitian dari Jurnal Brain Sebutkan Jam Tidur yang Sehat Tidak Selalu Harus 8 Jam

Dalam makalahnya, yang diterbitkan Kamis, 28 Oktober lalu di jurnal Evolutionary Anthropology, tim mengusulkan sebutan spesies baru yakni, Homo bodoensis. Nama itu berasal dari Bodo, sebuah situs penggalian di sepanjang Sungai Awash di Ethiopia, di mana tengkorak fosil anggota genus Homo yang berotak besar ditemukan pada tahun 1976.

Spesimen itu sebelumnya diklasifikasikan sebagai spesies Homo heidelbergensis, yang jenisnya spesimen ditemukan di Jerman pada tahun 1907.

Dalam beberapa versi tentang asal usul manusia, Homo heidelbergensis dianggap sebagai nenek moyang dari semua kelompok manusia, termasuk Neanderthal dan Homo sapiens.

Berdasarkan ukuran tengkoraknya, spesimen Bodo adalah nenek moyang manusia, tetapi tim mencatat bahwa ia tidak memiliki ciri-ciri yang ditemukan pada Neanderthal.

Ini mungkin terkait dengan jenis lain dari genus Homo yang tampaknya terpisah dari Neanderthal dan menyebar ke Timur Tengah, serta Balkan selama era Pertengahan Pleistosen. Itu juga termasuk sebagian tulang rahang, ditemukan di Serbia oleh Dr. Roksandic lebih dari satu dekade lalu.

Baca Juga: Lisa BLACKPINK Kembali Torehkan Sejarah Baru Musik K-pop

Dia mengatakan bukti tidak mendukung gagasan bahwa Homo heidelbergensis ditemukan di Afrika atau menjadi nenek moyang manusia modern. Sebaliknya, tim berpendapat bahwa fosil Homo heidelbergensis yang ditemukan di Eropa lebih mirip Neanderthal.

Dalam interpretasi alternatif yang diajukan oleh tim, yang muncul di Afrika adalah Homo bodoensis, sekitar 800.000 tahun yang lalu dan kemudian memunculkan Homo sapiens.

Susunan silsilah manusia seperti itu juga akan membuat nama spesies Homo rhodesiensis tidak lagi dibutuhkan. Homo rhodesiensis didasarkan pada fosil yang ditemukan pada tahun 1921 di tempat yang sekarang disebut Zambia. Sebelumnya disebut Rhodesia Utara yang namanya diambil dari nama kolonialis Inggris dan raja pertambangan Cecil Rhodes.

Dalam makalahnya, tim tersebut menulis bahwa, selain dianggap asing, nama Homo rhodesiensis dikaitkan dengan beban sosiopolitik yang tidak dikehendaki oleh komunitas ilmiah mereka.

Baca Juga: Kampung Seni di Malang, Wisata Sembari Lestarikan Warisan Nenek Moyang

Namun, perubahan yang diusulkan tim dapat memicu banyak perdebatan saat mereka menyelesaikannya.

Antropolog kadang-kadang dikategorikan sebagai "lumpers" atau "splitters," berdasarkan kecenderungan mereka mengelompokkan fosil yang mirip menjadi spesies umum atau focus mereka pada perbedaan yang mungkin memisahkan spesies.

Walaupun bukan anggota tim Dr. Roksandic, Bence Viola, seorang profesor antropologi di Universitas Toronto mengatakan makalah itu benar dalam menunjukkan ambiguitas seputar Homo heidelbergensis dan dia sepenuhnya menyetujui nama Homo rhodesiensis.

Bence Viola menyatakan bahwa ia tidak yakin bahwa penamaan spesies baru ini diperlukan, karena menurutnya, bukti DNA menjelaskan bahwa nenek moyang manusia kawin dengan Neanderthal dan kelompok lain, sehingga penamaan spesies baru hanya menambahkan label lain tanpa makna biologis.***

Editor: Anisa Alfi Nur Fadilah

Sumber: The Globe and Mail

Tags

Terkini

Terpopuler