Tinjauan Psikologis: Mengapa Orang Suka Menonton Film Horor?

- 30 Oktober 2021, 19:14 WIB
Seorang laki-laki menonton film horor sambil menutup wajahnya karena ketakutan.
Seorang laki-laki menonton film horor sambil menutup wajahnya karena ketakutan. /Sammy-Sander/pixabay/



MALANG TERKINI 
- Walaupun hantu, psikopat, dan penyihir merupakan sosok yang menakutkan di dunia nyata, perayaan Halloween tetap disambut dengan antusias dengan pesta kostum atau sekedar menonton film horor. 

Anda menyadari bahwa Anda takut hantu, namun mengapa di saat yang sama, Anda justru ingin menonton menonton film horor sambil berteriak ketakutan? Atau Anda justru sudah bersiap-siap menonton film horor di akhir bulan Oktober ini? 

Jadi, mengapa seseorang menyukai film horor yang menakutkan? 

Baca Juga: Menyambut Halloween, Inilah 4 Cerita Horor Public Domain yang Bisa Dibaca Gratis dan Legal

Para ilmuwan telah mencoba untuk mengetahui daya tarik hantu, pembunuh berantai, dan boneka menyeramkan bagi para penggemar film horor secara psikologis. 

Untuk menjawab pertanyaan di atas, Anda harus memahami bagaimana rasa takut bekerja pada tingkat neurologis. 

Ketakutan dimulai di bagian otak yang dikenal sebagai amigdala, yakni inti dari sistem saraf yang berperan untuk memproses rangsangan yang menakutkan dan mengancam. 

Otak mengalami sensasi ketakutan dalam tiga tahap yang berbeda, yaitu membeku ketika rangsangan yang luar biasa muncul dengan sendirinya, kemudian lari ketika Anda terdorong untuk menjauh dari penyebab munculnya rasa takut, dan melawan ketika adrenalin memungkinkan Anda untuk melawan rangsangan. 

Ketika kita menonton film yang menyeramkan dan merasa takut, kita merasakan aliran adrenalin yang melepaskan zat kimia seperti endorfin dan dopamin. 

Pelepasan zat kimia ini dapat mengakibatkan euphoria yang mengakibatkan rasa takut mereda dengan rasa lega. 

Baca Juga: Lagu Jin BTS ‘Epiphany’ dan ‘Moon’ Masuk 3 Besar Solo Terbaik BTS Menurut Tim Netorabo Jepang

Selain itu, horor adalah genre yang penuh dengan rasa takut dan ketegangan yang membuat penonton tetap terlibat dengan film tersebut. Ini memicu respons fight-or-flight pada seseorang. 

Biarpun begitu, penonton sadar bahwa tidak ada ancaman nyata ketika menonton film horor, sehingga penonton tidak perlu mengkhawatirkan keselamatan diri mereka sendiri. 

Faktanya, 10 persen populasi menikmati perasaan ini. Pada The Daily Targum, Gemma Cockrell, seorang menulis menjelaskan bahwa beberapa orang mengalami ketakutan yang luar biasa. Meskipun seseorang mengetahui apa yang mereka tonton adalah fiktif, detak jantung dan laju pernapasan mereka tetap meningkat. 

Teori transfer eksitasi juga berperan. Gagasan ini mendukung hipotesis bahwa sisa rasa bahagia dari satu stimulus dapat memperkuat respons rangsang yang diciptakan oleh stimulus lain. Ini mengarah pada situasi di mana kemarahan atau ketakutan dapat diselesaikan dengan sendirinya. 

Hal ini juga terkait dengan unsur empati individu, yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memahami emosi seseorang. 

Baca Juga: Tepati Janjinya, Raffi Ahmad Kirim Bukti Transfer ke Jessica Iskandar

Oleh karena itu, orang yang memiliki empati rendah cenderung lebih menyukai film horor dan orang yang empatinya tinggi tidak begitu menyukai film horor karena mereka merasa terikat dan merasakan emosi karakter dalam film. 

Studi lain menemukan bahwa pria lebih cenderung menyelaraskan diri dengan kekerasan, yang pada gilirannya dapat menyebabkan agresi dan perilaku kekerasan. 

Menurut penulis Lindsey Holmes, pengalaman masa kecil juga dapat menentukan cara kita menyikapi film horor. 

Orang-orang yang memiliki pengalaman positif saat masih anak-anak, cenderung tidak begitu terpengaruh saat dikejutkan, sedangkan anak-anak dengan pengalaman masa lalu yang negatif lebih mungkin terpengaruh oleh film horor.***

Editor: Lazuardi Ansori


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah