MALANG TERKINI - Istri yang sedang haid memang tidak boleh digauli. Namun demikian, suami sebaiknya tidak menjauhinya.
Pada masa pra-Islam, wanita haid memang mendapatkan perlakuan diskriminatif. Mereka diusir dari rumah, tidak diajak makan, bahkan harus pisah ranjang dari suami
Sejak kedatangan Rasulullah, tradisi jahiliah mulai dihapus oleh Rasulullah karena bertentangan dengan perikemanusiaan.
Baca Juga: Apa Perbedaan Flek Karena Haid dan Hamil?
Banyak sahabat Rasulullah yang mempertanyakan soal haid, mengingat kebiasaan orang Arab saat itu masih kental dengan tradisi jahiliah.
Mendapat pertanyaan seperti itu, akhirnya turunlah ayat 222 surat Al-Baqarah:
وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Artinya: "Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri."
Rasulullah tetap memperbolehkan bermesraan dengan istri asalkan selain di daerah antara pusar sampai lutut istri ketika haid (berhubungan badan).
Bermesraan semacam ini hukumnya halal dengan sepakat ulama. Sebab Sayyidah A’isyah r.a pernah bercerita:
Editor: Anisa Alfi Nur Fadilah
Sumber: Berbagai Sumber Bulughul Maram