Profil Dr. Sulianti Saroso Jadi Google Doodle Hari Ini, Berikut Kisahnya

10 Mei 2023, 15:33 WIB
Google doodle peringati ulang tahun ke-106 Prof Dr Sulianti Saroso / // Tangkap layar Google

MALANG TERKINI – Google Doodle hari ini menampilkan tokoh pejuang wanita sekaligus salah satu dokter wanita pertama di Indonesia, Prof. Dr. Julie Sulianti Saroso.

Sulianti Saroso dikenal karena telah banyak mendedikasikan hidupnya untuk kesejahteraan masyarakat, terutama ibu dan anak.

Dokter muda kelahiran hari ini, yakni 10 Mei tahun 1917 di Karangasem Bali, menyelesaikan studinya di Bandung Gymnasium. Setelah itu, ia melanjutkan jejak ayahnya, Dr. Sulaiman, dengan menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Kedokteran (saat itu bernama Geneeskundige Hogeschool), di Batavia.

Baca Juga: Tes Kepribadian Golongan Darah: Golongan Darah Seseorang Ungkap EQ, IQ, dan Pilihan Karir

Lulus di tahun 1942, Sulianti Saroso kemudian bekerja di Bagian Penyakit Dalam Burgelijke Ziekenhuis yang sekarang bernama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), lalu ia bertugas di Bagian Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

Berkat kecerdasan dan keterampilannya, Prof Dr Sulianti Saroso juga menerima beasiswa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mempelajari sistem kesehatan ibu dan anak di seluruh Eropa.

Setelah selesai belajar di Eropa, kemudian pada tahun 1952 Sulianti pulang ke Indonesia dengan membawa ilmu yang dipelajari tentang Keluarga Berencana. Ia bergabung dengan Kementerian Kesehatan, memimpin program dengan tujuan mempermudah akses kesehatan bagi perempuan, anak, terutama di pedesaan.

Prof. Dr. Sulianti Saroso pun tercatat pada tahun 1969 mengajar di Universitas Airlangga Surabaya. Di sana ia banyak membantu mencetak generasi dokter dan petugas kesehatan berikutnya.

Baca Juga: Gadis dengan IQ Melebihi Einstein Raih Gelar Master di Usia 11, Bercita-Cita jadi Astronot NASA

Dia kemudian menjadi presiden perempuan kedua World Health Assembly dan bertugas di beberapa organisasi terkemuka, di antaranya World Health Organization’s Expert Committee on Maternal and Child Health, yakni sebuah komite kesehatan ibu dan anak, The UN Commission on Community Development in African Countries yang bertugas dalam bidang pengembangan masyarakat negara-negara Afrika, dan Indonesian Women's National Commission yaitu komisi perempuan Indonesia.

Sulianti Saroso kini dikenal sebagai nama rumah sakit

Prof Dr Sulianti Saroso kini dikenal sebagai nama rumah sakit yang berada di garda depan ketika muncul wabah penyakit yang menyerang saluran pernapasan, seperti flu burung, SARS, MERS dan kini virus Corona.

Sebagai seorang aktivis perempuan, Sulianti Saroso sadar akan pentingnya dan relevansi politik. Mentor politiknya adalah Soebadio Sastrosatomo, anggota Dewan Pekerja KNIP, yang kemudian menjadi Ketua Fraksi Partai Sosialis Indonesia (PSI) di DPR hasil Pemilu 1955. Bersama teman-temannya, ia membentuk Laskar Wanita.

Program KB yang ia canangkan mendapat reaksi keras dari Bung Hatta

Kepeduliannya kepada kesejahteraan ibu dan anak, salah satunya ia lakukan melalui pidato di RRI Yogyakarta.

Ia berusaha untuk menggalang dukungan pemerintah, namun mendengar siarannya, Muhammad Hatta marah dan meminta Sulianti untuk tidak lagi membicarakan KB (Keluarga Berencana), dan berhenti menjalankan tugasnya di Dinas Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan di Yogya.

Baca Juga: Elon Musk Ungkap Fitur Baru Twitter untuk Panggilan dan Pesan Enkripsi

Ketika itu Sulianti Saroso kecewa, baginya perintah itu adalah kontradiksi yang kejam. Sedangkan bagi Bung Hatta, tatanan ini masuk akal dari segi moralitas akal sehat. Selain itu, reaksi penolakan juga muncul dari organisasi perempuan setempat.

Menurut Sulianti Saroso, Indonesia kekurangan bidan sehingga masyarakat menggunakan bidan tradisional, yang berakibat angka kematian bayi menjadi tinggi. Di sisi lain, dengan jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat, dia sarankan para ibu untuk berani membatasi kelahiran.

Program KB dianggap melanggar HAM dan ditentang Soekarno

Berbagai reaksi muncul, termasuk dari Gabungan Organisasi Wanita Yogyakarta (GOWY) yang kala itu mengadakan pertemuan antara dokter, bidan, dan tokoh agama. Mereka menolak pandangan Sulianti tentang KB, yang mereka anggap melanggar hak asasi manusia, mengakibatkan terbunuhnya embrio, bahkan berisiko meluasnya prostitusi dan merusak moral masyarakat.

Pada tahun 1952, sebuah organisasi wanita lokal mengadakan seminar tentang keluarga dan perencanaan kehamilan, dihadiri oleh petugas kesehatan, kelompok sekuler, dan organisasi keagamaan Katolik dan Islam, yang menghasilkan kesimpulan pelarangan penggunaan kontrasepsi dalam bentuk dan alasan apapun.

Karena banyaknya reaksi, Sulianti Saroso ditelepon Menkes dan diperingatkan agar tidak menyinggung isu sensitif itu lagi.

Presiden Soekarno tidak mendukung Keluarga Berencana. Saat itu Soekarno cenderung berhati-hati di tengah tensi politik yang tinggi dan penentangan publik terhadap “pelanggaran moral” termasuk keluarga berencana.

Baca Juga: Studi: 4 Hari Kerja dalam Seminggu, Tingkatkan Kesejahteraan dan Ekonomi

Program KB mendapat atensi di masa Orde Baru

Apa yang kemudian dipelopori Sulianti Saroso dalam program Keluarga Berencana, akhirnya mendapat tempat di masa Orde Baru.

Kecemerlangan Sulianti Saroso telah berhasil mengangkat dunia medis Indonesia ke level global. Ia pun wafat pada 29 April 1991 di usia 73 tahun, dan namanya diabadikan sebagai nama sebuah rumah sakit, yakni Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso.***

Editor: Niken Astuti Olivia

Tags

Terkini

Terpopuler