Komisioner KPAI: Pendidikan Jarak Jauh Berpotensi Kuat Meningkatkan Angka Putus Sekolah dan Pernikahan Anak

- 19 Maret 2021, 15:39 WIB
Sekolah Online Ilustrasi
Sekolah Online Ilustrasi /haticeEROL

MALANG TERKINI – Pandemi COVID-19  membuat peserta didik harus melakukan pendidikan jarak jauh (PJJ). Hal ini memicu peserta didik berhenti sekolah dan terancam kehilangan kesempatan belajarnya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menegaskan bahwa kondisi COVID-19 ini turut memicu meningkatnya perkawinan anak yang harus diatasi. Menurutnya salah satu faktornya adalah adanya pembatasan sosial.

“Adanya pembatasan sosial dan sistem pembelajaran dari rumah mengurangi aktivitas anak dan terbatasnya pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja,” kata Menkes, dikutip Malang Terkini dari Antara.

Baca Juga: Soal Kapan Dimulai Pembelajaran Tatap Muka, Nadiem: Setelah Vaksinasi Covid-19

Selain itu, kurangnya fasilitas pendukung yang dimiliki peserta didik untuk proses PJJ juga berakibat siswa malas sehingga memunculkan niatan menikah dini atau siswa memilih bekerja guna membantu perekonomian keluarga.

Dilansir Malang Terkini dari Antara, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menyatakan bahwa penyelenggaraan PJJ yang terlalu lama dapat memicu siswa berhenti sekolah dan meningkatkan angka pernikahan dini pada peserta didik.

“Hasil pengawasan KPAI menunjukkan bahwa PJJ akibat pandemi berpotensi kuat meningkatnya angka putus sekolah dan pernikahan anak,” ujar Retno Listyarti selaku Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, dalam keterangan tulisannya di Jakarta, Jumat.

Retno juga mengatakan bahwa dirinya mendapatkan pengaduan dari orangtua yang mengalami kesulitan dalam membayar sekolah terutama sekolah swasta, dari jenjang PAUD hingga tingkatan SMA/SMK.

Baca Juga: Mendikbud Nadiem Targetkan Pembelajaran Tatap Muka di Seluruh Sekolah pada Juli 2021

Orangtua meminta untuk menurunkan biaya SPP dikarenakan adanya kebijakan PJJ dan masalah penunggakan mulai dari tiga bulan sampai sepuluh bulan.

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama mencatat permohonan dispensasi kawin sepanjang Januari-Juni 2020 sudah sekitar 34.000. Dari jumlah tersebut 60 persen yang mengajukan adalah anak dibawah 18 tahun.

Miftahul Akhyar selaku Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia mengatakan bahwa syarat utama pernikahan bukan hanya administratif saja. Memang islam tidak ada pembatasan usia perkawinan namun terdapat penekanan kedewasaan dan tujuan keharmonisan.

“Orang bisa mencapai ketenangan jiwa adalah orang yang dewasa, pintar, cerdas, dan bertanggung jawab. Kedewasaan, bertanggung jawab itu bisa didapatkan siapapun selama dia memiliki kemampuan dan pemahaman yang benar,” jelas Miftahul Akhyar.

Baca Juga: Nadiem Makarin Jamin Semua Guru Honorer Bisa Ikut Seleksi Menjadi PPPK

Baca Juga: Ridwan Kamil Soroti All England 2021: Tetap Semangat The Minions dan The Daddies

Pernikahan dini juga dapat mengakibatkan kurangnya kualitas kesehatan yang memadai dan dapat berpotensi adanya kekerasaan dan hidup dalam kemiskinan. Tidak hanya itu kemiskinan yang dialami akan memunculkan kemiskinan antar generasi selanjutnya seperti yang disampaikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga.

“Dampak perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh anak yang dinikahkan, tapi juga pada anak yang dilahirkan dan berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi,” ujar Bintang dalam  Seminar Nasional dan Deklarasi Gerakan Nasional Usia Perkawinan untuk Peningkatan Kualitas SDM Indonesia, di Kantor MUI Jakarta pada Kamis, 18 Maret 2021. ***

Editor: Lazuardi Ansori

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah