Mengapa Bulan Februari Hanya 28 Hari? Simak Sejarahnya

- 24 Februari 2023, 20:22 WIB
Julius Caesar membuat kalender berdasarkan pergerakan matahari
Julius Caesar membuat kalender berdasarkan pergerakan matahari //Pixabay/NakNakNak

MALANG TERKINI – Mungkin kita pernah bertanya-tanya mengapa bulan Februari hanya 28 hari?

Berbeda dengan bulan-bulan lainnya yang memiliki jumlah hari rata-rata 30 dan 31 hari.

Bulan kedua kalender Masehi ini pun, setiap empat tahun sekali memiliki jumlah 29 hari atau disebut dengan tahun kabisat.

Baca Juga:  5 Tempat Wisata Mojokerto Paling Hits yang Wajib Dikunjungi

Sejarah bulan Februari hanya punya 28 hari

Berikut asal mula dan sejarah mengapa bulan Februari hanya 28 hari.

Sejarah awal penanggalan kalender

Dilansir dari situs Children Museum Indianapolis, sejarah bulan Februari berjumlah 28 bermula pada masa raja Numa Pompilius, raja kedua Roma. Sebelum dia diangkat menjadi raja, kalender Roma hanya berjumlah 10 bulan, dimulai dari bulan Maret dan berakhir di bulan Desember.

Raja pertama menganggap bahwa bulan selain Maret hingga Desember tidak penting, karena tidak berhubungan dengan waktu panen.

Saat Numa Pompilius berkuasa, dia memutuskan membuat kalender menjadi lebih akurat dan menyelaraskannya menjadi 12 siklus bulan dalam satu tahun. Raja kedua Roma ini, membuat kalender berdasarkan pergerakan bulan dan matahari (lunisolar calendar) yang berjumlah 355 hari.

Baca Juga: Jonathan Latumahina Siapa? Profil Ayah David yang Jadi Pengurus GP Ansor

Siklus tahun yang baru yang berjumlah 355 hari ini membutuhkan dua bulan tambahan untuk mengganti waktu yang hilang. Sehingga, sang Raja menambahkan Januari dan Februari ke akhir penanggalan kalender.

Kepercayaan angka genap sebagai angka sial

Pada saat itu, orang Romawi memiliki kepercayaan bahwa angka genap adalah sial, sehingga jumlah hari penanggalan dibuat dalam jumlah ganjil, bergantian dengan jumlah antara 29 dan 31. Namun, untuk mencapai angka 355 hari, ada satu bulan harus berjumlah genap, dan kemudian bulan Februari dipilih sebagai bulan genap.

Dalam dialek suku Sabine kuno, kata ‘februare’ memiliki arti menyucikan. Hal ini diperkirakan bahwa orang Romawi melakukan upacara penghormatan kepada para leluhur dan kerap melakukan penyucian pada bulan Februari.

Pembuatan kalender berbasis matahari di masa Julius Caesar

Setelah beberapa tahun menggunakan kalender 355 hari pada masa Numa Pompilius, musim dan bulan mulai tidak sinkron, sejumlah musim menjadi tidak sesuai dengan bulan-bulan khas Romawi. Dalam upaya menyelaraskan keduanya, orang Romawi menambahkan bulan kabisat berjumlah 27 hari sesuai kebutuhan.

Namun, karena penambahan bulan kabisat yang tidak konsisten dan akhirnya juga memiliki kekurangan, maka pada tahun 45 Sebelum Masehi, Julius Caesar menugaskan seorang ahli untuk membuat kalender hanya berdasarkan pergerakan matahari.

Baca Juga: 5 Tempat Wisata Pacet Mojokerto Instagramable, Cocok Liburan Keluarga

Kalender berbasis matahari, pada zaman itu biasa digunakan oleh bangsa Mesir. Kalender Julian akhirnya menambahkan 10 hari pada satu tahun, sehingga setiap bulan memiliki jumlah 30 atau 31 hari, kecuali bulan Februari.

Untuk memperhitungkan jumlah tahun menjadi 365,25 hari, maka satu hari ditambahkan di bulan Februari setiap empat tahun, yang kita kenal sebagai tahun kabisat.

Dari sebagian besar bulan dalam satu tahun, menyisakan Februari dengan hanya berjumlah 28 hari agar total keseluruhan hari dalam kalender menjadi 365. Pengaturan tersebut sesuai dengan sistem musim Romawi dan dipakai hingga saat ini.***

Editor: Niken Astuti Olivia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x