Dengan cara memperlihatkan di ruang tamu, para santri tahu bahwa sang kyai sudah kaya, sehingga tidak perlu lagi memberikan amplop saat sowan.
Baca Juga: Kisah Ulama Besar Bernama KH. Abdullah Zain Salam yang Mencium Tangan Penjual Dawet
Namun demikian kalau budaya di Jawa hal itu seakan terlihat sombong, karena memamerkan kekayaan, dengan cara menghitung uang saja diperlihatkan.
"Tapi kalau tidak diperlihatkan, kyai uangnya satu miliar di bank, sementara santri masih memikirkan nasibnya sendiri dan salam templek Rp50 ribu," kata Gus Baha.
Hal itu menurut Gus Baha justru menjadi persoalan karena mempertaruhkan uang untuk hidup demi salam templek kepada kyai yang sudah berlimpah uang.
"Rp50 ribu uang utama untuk hidup malah dikasih kepada orang yang punya uang lebih-lebih," lanjut Gus Baha.
Menurut Gus Baha, diberi salam templek atau amplop berisi uang dari orang miskin itu susah-susah gampang.
"Karena dikasih salam templek orang miskin itu ya ribet. Misalnya saya diberi salam templek wali murid yang miskin Rp50 ribu, itu uang jatah belanja terus gimana," kata Gus Baha.
Baca Juga: Kisah Penuh Hikmah: Pedagang Curang yang Bertaubat di Tangan Istri Salehah