Inilah 4 Tokoh yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional pada Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2021

10 November 2021, 14:08 WIB
Berikut 4 tokoh yang mendapat gelar pahlawan Nasional oleh Presiden Jokowi pada tahun 2021 /Instagram/@kemensosri

 

MALANG TERKINI - Tahun ini, Presiden RI Jokowi menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada 4 tokoh yang dinilai berjasa bagi bangsa dan negara semasa hidupnya.

Penganugerahan gelar itu dilaksanakan di Istana Negara Jakarta, pada Rabu, 10 November 2021, bertepatan dengan Hari Pahlawan.

Berikut ini nama dan profil dari 4 tokoh yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional tersebut.

Baca Juga: Hari Pertama Tayang, Eternals Sebabkan Antrean di Bioskop

1. Raden Aria Wangsakara dari Provinsi Banten

Raden Aria Wangsakara lahir di Sumedang pada tahun 1615. Selanjutnya, ia pindah ke Banten, karena berbeda sikap dengan saudara-saudaranya yang memihak penjajah.

Di Banten, Wasangkara diterima oleh penguasa Kesultanan Banten, yaitu Sultan Abdul Mufakhir. Pada 1636, ia diutus melaksanakan haji ke Mekkah.

Di Mekkah, Wangsakara berhasil memperoleh surat pengakuan Banten oleh Syarif Mekkah sebagai kepanjangan tangan dari otoritas politik Turki Usmani (Ottoman).

Setelah pulang ke Banten, dia diberi gelar "Kiai Mas Haji Wasangraja" yang merupakan posisi elit penting kesultanan.

Baca Juga: Peringati Hari Pahlawan! Berikut 5 Nama Pahlawan Indonesia yang Mungkin Belum Anda Tahu

Pada tahun 1654, Aria Wasangkara pernah menjadi juru runding dari Kesultanan Banten ketika terjadi peperangan dengan VOC di Batavia.

Hasil dari rundingan, Kesultanan Banten dan VOC sepakat menghentikan perang. Daerah yang dikuasai masing-masing tetap dipertahankan.

Tahun 1658-1659, ia mendapat mandat dari Sultan Ageng Tirtayasa untuk memimpin perang melawan VOC yang berujung pada perjanjian damai 5 Juli 1659.

Pasca perang, Wangsakara mengubah strategi pertahanan dengan membuat permukiman dan kanal sehingga menjangkau daerah Tangerang pedalaman.

Baca Juga: Lagu ‘Butter’ BTS Dinobatkan Sebagai ‘Top Song of 2021’ Oleh JoyNews24

Selain itu, ia juga bertindak dalam urusan menyantuni korban perang, terutama anak yatim dan para janda.

Raden Aria Wasangkara wafat pada 15 Agustus 1681 dan dimakamkan di Lengkong, Pagedangan Tangerang atau Taman Makam Pahlawan Kabupaten Tangerang.

2. H. Usmar Ismail dari Provinsi DKI Jakarta

Usmar Ismail merupakan sutradara film sekaligus sastrawan yang lahir di Bukittinggi pada 20 Maret 1921.

Di tahun 1944, ia mendirikan kelompok sandiwara "Maya" yang juga turut menyebarluaskan berita proklamasi di masa kemerdekaan.

Baca Juga: Pihak OVO Visionet Internasional Angkat Bicara Terkait Berita Pencabutan Izin Usaha Oleh OJK

Kemudian pada tahun 1950, Usmar mendirikan perusahaan film pribumi yang diberi nama NV Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia).

Selanjutnya, ia membuat film Darah dan Doa (the long march of Siliwangi) yang dianggap sebagai fim Indonesia pertama.

Kemudian, hari pertama pengambilan gambar film tersebut ditetapkan sebagai Hari Film Indonesia.

Tahun 1962, Usmar aktif mendirikan organisasi Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) di bawah Nahdlatul Ulama (NU).

Lembaga tersebut menjadi wadah kegiatan kebudayaan, pendidikan, dan penanaman nilai-nilai nasionalisme kepada masyarakat.

Baca Juga: Trending Satu YouTube Video Konten Matematika, Jerome Polin: Aku Siap Kayang di Shibuya

Banyak dari film-film buatan Usmar Ismail yang mengajak dan menawarkan nilai-nilai nasionalisme.

Salah satu film karyanya yang berjudul "Tamu Agung" mendapatkan penghargaan film komedi terbaik di Festival Film Asia Pasifik di Hongkong tahun 1956.

Usmar Ismail wafat di Jakarta pada 2 Januari 1971 dan dimakamkan di Pekuburan Karet Jakarta.

3. ‎Tombolotutu dari Provinsi Sulawesi Tengah

Tombolotutu adalah seorang laki-laki yang lahir di Moutong, Sulawesi Tengah, pada tahun 1857.

Tombolotutu termasuk orang yang konsisten menentang terhadap penjajahan Belanda.

Ia menolak menandatangani "Lang Contract" (sebuah perjanjian yang diajukan Belanda) karena dinilai merugikan masyarakat.

Baca Juga: 10 Rekomendasi Film Bertema Perjuangan Bangsa Indonesia, Cocok Untuk Peringati Hari Pahlawan

Tombolotutu pernah memimpin perang melawan Belanda. Meskipun berulangkali kalah, namun ia tetap tidak menyerah.

Puncaknya di Perang Lobu I dan II pada Oktober 1898-1900, Tombolotutu mengalami kekalahan besar, banyak anggota pasukannya yang tewas dan kampung Lobu dibumihanguskan.

Tombolotutu berhasil lolos dan menggalang bantuan pasukan. Ia pun menjadi buronan pemerintah Belanda.

Tombolotutu gugur pada saat berperang menghadapi serangan Belanda. Ia wafat pada 17 Februari 1901, di Desa Padang Kecamatan Toriburu dan dimakamkan di Toriburu, Moutong Sulawesi Tengah.

Baca Juga: Felicya Angelista Melahirkan Anak Pertama, Hito Caesar: Tuhan Yesus Baik

4. ‎Sultan Aji Muhammad Idris dari Provinsi Kalimantan Timur

Sultan Aji Muhammad Idris lahir di Jembayan, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada tahun 1967.

Sultan Aji Muhammad Idris merupakan pangeran Kutai. Ketika VOC mulai menguasai kerajaan Kutai Kartanegara dan Kerajaan Pasir, ia terus melakukan perlawanan.

Sultan Aji konsisten mewujudkan visi mengusir kekuatan VOC dari Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Indonesia secara keseluruhan.

Bersama seorang bangsawan dari Wajo Sulawesi Selatan, La Maddukelleng, ia menggalang kekuatan masyarakat Bugis dan Makassar untuk membentuk kekuatan militer melawan VOC.

Bertolak dari Kalimantan Timur menuju Sulawesi Selatan pada tahun 1735, pasukan mereka memberantas bajak laut yang bersekutu dengan VOC.

Baca Juga: Jarang yang Tahu, Inilah Arti Singkatan dari Nama Pahlawan Indonesia Beserta Biografi Singkatnya!

Kemudian Sultan Aji berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan di wilayah Sulawesi Selatan, terutama kerajaan-kerajaan Bugis, seperti Wajo, Bone, dan Soppeng.

Ia telah mengembangkan persekutuan di antara berbagai kesultanan yang melingkupi wilayah Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.

Hal itu berdampak masyarakat Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan mengalami sejarah bersama yang menjadi embrio berabad-abad kemudian menjadi kesadaran keindonesiaan.

Sultan Aji Muhammad Idris wafat di Belawa, Sidenreng, Sulawesi Selatan pada tahun 1739 dan dimakamkan di Pemakaman Keluarga Raja Wajo, Sulawesi Selatan.***

Editor: Anisa Alfi Nur Fadilah

Sumber: Instagram @kemensosri

Tags

Terkini

Terpopuler