Sejarah dan Kronologi Pertempuran Surabaya 10 November 1945 Lengkap dengan Tokoh-Tokoh Dibaliknya

4 November 2022, 06:41 WIB
Ilustrasi - Ilustrasi peristiwa pertempuran Surabaya 10 November 1945. /Tangkap Layar museumsepuluhnopember.bussines.site

MALANG TERKINI - Pertempuran Surabaya 10 November 1945 yang melibatkan banyak tokoh memiliki sejarah dan kronologi yang sangat rumit dibalik terjadinya peristiwa ini.

Peristiwa yang menjadi tonggak awal Revolusi Nasional Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional Indonesia.

Diawali masa pendudukan Jepang, peristiwa Hiroshima dan Nagasaki, Proklamasi Kemerdekaan NKRI, kedatangan Sekutu, dan beberapa insiden di Surabaya menjadi sebab musabab pecahnya pertempuran 10 November 1945.

Baca Juga: Pedoman Hari Pahlawan 2022 Telah Dikeluarkan oleh Kemensos RI, Lengkap dengan Latar Belakang dan Filosofi Logo

Sampai dengan saat ini masih terjadi perdebatan tentang kronologi percikan awal terjadinya baku tembak, mengingat gencatan senjata masih diberlakukan pada saat itu.

Gencatan senjata berlaku disaat pihak Belanda yang didukung tentara Sekutu berusaha menguasai kembali wilayah Indonesia menyusul menyerahnya Jepang.

Namun dengan menggunakan alasan yang sama, Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya 17 Agustus 1945 tepat 3 hari setelah Jepang menyerah kepada Sekutu.

Berikut sejarah dan kronologi pertempuran 10 November 1945 beserta tokoh-tokoh yang terlibat dirangkum Tim Malang Terkini dari berbagai sumber.

Sejarah awal menuju 10 November 1945

1. Pendudukan Jepang
Jepang mendarat di pulau jawa pada 1 Maret 1942 dan melalui perjanjian Kalijati 8 Maret 1942 mereka merebut kekuasaan pemerintah Hindia Belanda atas pulau Jawa.

Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Kekaisaran Jepang dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut.

Semenjak itulah Jepang mempunyai hak jajah terhadap wilayah Indonesia terutama pulau Jawa.

2. Hiroshima dan Nagasaki
Peristiwa besar dalam sejarah Perang Dunia II terjadi saat Amerika Serikat menjatuhkan Bom Atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan Nagasaki 9 Agustus 1945.

Kedua serangan Bom berkekuatan nuklir tersebut menewaskan setidaknya 129.000 jiwa dari pihak Jepang.

Baca Juga: Piala Dunia 2022 Qatar: Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi Akhir Era Dua 'Goat'

Serangan brutal Amerika Serikat ini tidak tercatat sebagai kejahatan perang menyusul ditandatanganinya Perjanjian Quebec dengan Britania Raya.

Karena peristiwa inilah, akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945, praktis tidak lebih dari 3 tahun 5 bulan mereka menduduki Indonesia.

3. Proklamasi Kemerdekaan NKRI
Kekosongan kekuasaan terjadi dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu, dan dimanfaatkan dengan cepat oleh para tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dengan gerak cepat, tepat, dan didorong oleh berbagai elemen bangsa, Ir. Soekarno didampingi Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta Pusat.

4. Kedatangan tentara Sekutu
Lain di pihak Sekutu, menyerahnya Jepang mempunyai arti bahwa hak penjajahan atas Indonesia harus dikembalikan kepada Pemerintah Kolonial Hindia Belanda melalui NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Blok Sekutu yang diwakili pasukan kekaisaran Inggris datang ke Indonesia dan bergabung dengan Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI).

Karena itulah pada saat tentara Inggris mendarat di Jakarta pada 15 September 1945 dan di Surabaya 25 Oktober 1945, tentara NICA juga ikut serta di dalamnya.

Perbedaan persepsi kekosongan kekuasaan ini menjadi polemik bibit-bibit awal pergolakan perlawanan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.

Baca Juga: 16 Besar Liga Champions, Hanya Bayern Munchen yang Tampil Sempurna

Kronologi Pertempuran 10 November 1945

1. Insiden Hotel Yamato dan tewasnya Jenderal Mallaby
Pada malam 18 September 1945, sejumlah orang Belanda mengibarkan bendera Merah-Putih-Biru di tiang puncak Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit) Tunjungan Surabaya.

Perbuatan orang-orang Belanda tersebut menyulut kemarahan arek-arek Surabaya menyusul telah diumumkannya maklumat pemerintah Indonesia untuk mengibarkan bendera Merah Putih di seluruh wilayah terhitung sejak 1 September 1945.

Keesokan harinya 19 September 1945, di tengah-tengah kerumunan massa di depan Hotel Yamato, Soedirman seorang politikus, pejuang, dan sekaligus diplomat RI memasuki Hotel bersama Sidik dan Hariyono.

Mereka melakukan perundingan dengan pihak Belanda yang diwakili oleh Mr. W.V.Ch. Ploegman untuk menurunkan bendera Belanda dari atas Hotel.

Permintaan Soedirman ditolak mentah-mentah oleh Ploegman hingga terjadi perkelahian yang menewaskan Ploegman akibat cekikan dari Sidik.

Perkelahian itu sempat menimbulkan letusan pistol dari Ploegman yang memicu penjaga (tentara Belanda) menembak mati Sidik.

Sementara Soedirman dan Hariyono menyelamatkan diri keluar Hotel dan melihat para pemuda sudah berebut naik ke atas Hotel untuk menurunkan bendera Belanda.

Baca Juga: Profil dan Biodata Lengkap Nabila Maharani, Penyanyi Lagu Viral 'Ayang': Umur, Akun Media Sosial, Zodiak

Hariyono dan Soedirman berinisiatif kembali ke dalam Hotel untuk ikut memanjat tiang bendera, dan berhasil meraihnya bersama Koesno Wibowo yang sudah lebih dulu berhasil memanjat dari luar.

Mereka merobek bagian biru bendera dan mengibarkan kembali dengan kondisi yang sudah berwarna Merah Putih.

Setelah insiden Hotel Yamato, bentrokan meletus di berbagai wilayah antara arek-arek Surabaya dengan tentara Inggris dan Belanda.

Bentrokan senjata pertama kali terjadi pada 27 Oktober 1945 hingga muncul serangan secara besar-besaran dari para pejuang Surabaya terhadap tentara Sekutu.

Melihat kondisi tersebut, Jenderal Sekutu D.C. Hawthorn memohon kepada Presiden Soekarno menenangkan massa Surabaya.

Presiden Soekarno menyetujui perjanjian gencatan senjata dan menandatanganinya pada 29 Oktober 1945, keadaan Surabaya berangsur normal.

Namun di tingkat bawah arek-arek Surabaya masih sering timbul bentrokan-bentrokan kecil hingga memicu insiden lainnya, yakni tewasnya Jenderal Mallaby.

Peristiwa tewasnya Jenderal Mallaby terjadi pada 30 Oktober 1945 sekira pukul 20.30 WIB, di saat ia mengetahui adanya bentrokan senjata antara tentara India milik Inggris dengan Milisi Indonesia di kawasan jembatan merah Surabaya.

Para tentara India tersebut rupanya belum mendengar perintah gencatan senjata yang baru diumumkan sehari sebelumnya karena terputusnya alat komunikasi mereka.

Sehingga pada saat berpapasan dengan sekelompok Milisi Indonesia, mereka menembakinya secara sporadis.

Baca Juga: 5 Manfaat Buah Kersen yang Ampuh untuk Kesehatan Tubuh, Kaya Kandungan Nutrisi

Mendengar peristiwa itu, Jenderal Mallaby menuju lokasi kejadian dan memerintahkan tentara India untuk menghentikan tembakan dan sempat berunding dengan Mayjen TKR HR. Mohammad Mangoendiprodjo untuk menghentikan bentrok senjata.

Namun Pimpinan TKR Divisi Jawa Timur itu justru disandera oleh tentara India, memicu Milisi Indonesia berbalik menyerang hingga menyulut emosi Jenderal Mallaby dengan memerintahkan tentaranya untuk mengusir 'perusuh'.

Namun, justru peristiwa tragis terjadi, seorang pemuda Surabaya yang hingga kini belum diketahui identitasnya berhasil menembak granat yang berada di bawah mobil Jenderal Mallaby.

Mobil Buick yang dikendarai Jenderal Mallaby itu pun meledak dan menewaskan sang Jenderal.

Peristiwa tewasnya Jenderal Mallaby ini memicu kemarahan pihak Inggris kepada Indonesia dan memberi ultimatum untuk menyerahkan persenjataan tanda menyerah kepada AFNEI dan NICA.

Baca Juga: Sinetron ‘Karena Aku Sayang’ akan Segera Tayang, Inilah Jadwal Jam Tayang, Sinopsis dan Daftar Pemain

2. Merdeka atau Mati
Merdeka atau Mati! Sekali Merdeka Tetap Merdeka! menjadi semboyan yang muncul di setiap sudut kota Surabaya menyusul ultimatum tentara Inggris yang disebar melalui udara.

Arek-arek Surabaya yang berunding dengan kelompok bersenjata secara bersama-sama menunjuk Soengkono dan Soerachman untuk memimpin pertahanan kota Surabaya.

Dari sinilah muncul sumpah arek-arek dan pejuang Surabaya yang berbunyi:

Tetap Merdeka!
"Kedaoelatan negara dan bangsa Indonesia jang diproklamirkan pada 17 Agoestoes 1945 akan kami pertahankan dengan soenggoeh-soenggoeh, penoeh tanggoengjawab bersama, bersatoe, ikhlas berkorban dengan tekad: Merdeka ataoe Mati! Sekali Merdeka Tetap Merdeka!"
Soerabaja, 9 November 1945, jam 18:46.

3. Detik-detik pertempuran 10 November 1945
Ultimatum yang dikeluarkan Inggris melalui pengganti Jenderal Mallaby, Mayjen E.C. Robert Mansergh memerintahkan kepada seluruh pihak Indonesia untuk menyerah.

Perintah menyerah tersebut harus terlaksana sebelum pukul 06.00 WIB pagi hari 10 November 1945.

Ultimatum dianggap sebagai penghinaan terhadap bangsa Indonesia yang telah berdiri dan memiliki TKR (Tentara Keamanan Rakyat).

Ancaman berbentuk ultimatum itu ditolak oleh TKR bersama para pemuda, organisasi masyarakat, himpunan mahasiswa dan pelajar, serta kelompok santri Indonesia.

10 November 1945 tentara Inggris mulai melancarkan serangan, pertempuran pecah dimana-mana, perlawanan pejuang Indonesia begitu alot didukung oleh pengerahan santri-santri di sejumlah wilayah Jawa Timur oleh para Kyai nya.

Pertempuran berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, hingga menimbulkan banyak korban jiwa yang jumlahnya mencapai ribuan.

Tak kurang dari 6.000 hingga 16.000 pejuang Indonesia tewas dalam pertempuran, 200.000 warga sipil terpaksa mengungsi dari kota Surabaya.

Sementara di pihak Sekutu sekira 600-2.000 tentara tewas di tangan para pejuang dan arek-arek Surabaya.

Dengan begitu dahsyatnya pertempuran yang menimbulkan ribuan korban jiwa, 10 November dijadikan sebagai Hari Pahlawan Nasional Republik Indonesia.

Baca Juga: Lirik dan Chord Kunci Gitar Lagu No Comment - Tuty Wibowo Viral Tiktok: Diputusin Pacarmu Ditinggalin Pacarmu

Tokoh-Tokoh yang terlibat

1. Mayjen TKR HR. Mohammad Mangoendiprodjo
Mayjen TKR HR. Mohammad Mangoendiprodjo diperintahkan Jenderal Oerip Soemohardjo memimpin perlawan sejak hadirnya tentara Sekutu di Surabaya pada 25 Oktober 1945.

Pada saat gencatan senjata 29 Oktober 1945 dia ditunjuk sebagai negosiator (kontak biro) dengan pihak Sekutu hingga timbul insiden tewasnya Jenderal Mallaby.

Beliau memimpin TKR bersama para pemuda Surabaya dalam pertempuran 10 November yang berlangsung hingga 22 hari sampai pasukan Sekutu berhasil dipukul mundur.

Usai Operasi Militer Surabaya itulah, beliau dipromosikan Presiden Soekarno sebagai Mayor Jenderal Tentara Keamanan Rakyat Indonesia.

2. Soetomo
Soetomo atau lebih dikenal dengan Bung Tomo, merupakan tokoh penting dalam pertempuran Surabaya dengan orasi-orasi pembakar semangatnya melalui siaran radio.

Merdeka atau Mati! Sekali Merdeka Tetap Merdeka! Allahu'akbar, Allahu'akbar, Allahu'akbar! selalu diserukan oleh tokoh satu ini di sepanjang hari-hari pertempuran.

Selain itu, Bung Tomo juga memimpin pasukan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) saat peristiwa pertempuran Surabaya.

3. Abdoel Wahab Saleh
Peran Abdoel Wahab Saleh dalam peristiwa bersejarah pertempuran Surabaya sangatlah penting bagi bangsa Indonesia.

Berkat beliau, sebagian besar peristiwa bersejarah ini diabadikan lewat jepretan kamera Jurnalis kantor berita Antara ini yang juga rekan satu kantor Bung Tomo.

Foto-foto dirobeknya bendera Belanda di Hotel Yamato, foto para pemuda berangkat menuju Hotel bersenjatakan bambu runcing, merupakan karya bersejarah.

Semua peristiwa terbingkai dan dijelaskan melalui gambar hasil bidikan Abdoel Wahab Saleh.

Baca Juga: 10 Tips Konsisten yang Harus Dilakukan Agar Program Diet Berhasil, Nomor 4 Wajib Tahu!

4. Raden Mas Toemenggoeng Ario Soerjo
RM. Tumenggung Ario Soerjo yang lebih dikenal dengan sebutan Gubernur Suryo adalah Gubernur pertama Jawa Timur pada tahun 1945-1947.

Dalam peristiwa heroik Surabaya, peran Gubernur Suryo sebagai pemegang pimpinan tertinggi berdasar arahan Presiden Soekarno yang menyerahkan keputusan rakyat Jawa Timur menyusul ultimatum dari Inggris.

Gubernur Suryo menyampaikan tegas melalui siaran radio dengan berpidato bahwa rakyat Jawa Timur tidak akan menyerah dan akan melawan tentara Inggris.

Pidato yang menyulut gelora semangat rakyat Jawa Timur itu terkenal dengan 'Pidato Keramat'.

5. Hadratus Syaikh Kyai Haji Mohammad Hasyim Asy'ari
Peran penting KH. Hasyim Asy'ari dalam peristiwa pertempuran Surabaya terletak pada Fatwa Resolusi Jihad yang beliau keluarkan.

Fatwa tersebut didasari oleh 'Pidato Keramat' Gubernur Suryo yang mengimbau seluruh rakyat untuk melakukan perlawanan terhadap Sekutu.

Para santri-santri bergerak dengan dikeluarkannya Fatwa KH. Hasyim Asy'ari, mengingat saat itu perintah Kyai adalah wajib hukumnya bagi para santri.

Fatwa yang terkenal sebagai Jihad fi Sabilillah itu berbunyi:
"Berperang menolak dan melawan penjajah itu Fardhu Ain, yang harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempuan, anak-anak, bersenjata atau tidak, bagi yang berada dalam jarak lingkaran 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh,"

Baca Juga: Bung Tomo: Profil dan Biodata Lengkap Pahlawan Nasional Pemimpin Pertempuran 10 November 1945

6. Mayjen TNI Soengkono
Saat peristiwa 10 November pecah, Soengkono masih berpangkat Letnan Kolonel dibawah perintah Mayjen Mohammad Mangoendiprodjo.

Beliau juga mengobarkan semangat perjuangan melalui siaran radio dan memimpin pertempuran di berbagai titik bentrokan di Surabaya.

Beliau ditunjuk sebagai pimpinan tertinggi pengamanan kota Surabaya oleh Gubernur Suryo dan disepakati oleh para pemuda beserta kelompok Milisi Indonesia.

Letkol Soengkono memimpin TKR di sepanjang hari-hari pertempuran di Surabaya. Atas jasa beliau ini namanya diabadikan sebagai nama jalan di kota Surabaya.

Sebenarnya beliau ditunjuk berdua dengan Soerachman, namun jejak sejarah rekan seperjuangannya ini sangat sulit untuk ditelusuri.

Itulah sejarah dan kronologi pertempuran Surabaya 10 November 1945 beserta tokoh-tokoh penting yang terlibat di dalamnya.***

Editor: Anisa Alfi Nur Fadilah

Tags

Terkini

Terpopuler