Dibalik Sejarah Tanggal 30 Maret dan Profil Usmar Ismail, Bapak Perfilman Indonesia

30 Maret 2023, 12:49 WIB
Usmar Ismail, Bapak Perfilman Indonesia / Tangkapan Layar Facebook/Festival Film Indonesia

MALANG TERKINI – Setiap tanggal 30 Maret terdapat peringatan Hari Film Nasional. Bagaimana sejarahnya hingga diputuskan tanggal tersebut, tidak lepas dari sosok Bernama Usmar Ismail.

Usmar Ismail memiliki peran yang cukup besar dalam perfilman Indonesia. Ia merupakan sutradara film, wartawan, sastrawan, dan seorang pejuang Indonesia, bahkan namanya sudah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Pemikiran dan karya-karya beliau terhadap film Indonesia, berhasil menjadi pelopor pada masanya, bahkan karyanya masih relevan hingga saat ini.

Baca Juga: Mengenal Sosok Ismail Marzuki yang Hari Ini Jadi Google Doodle, Maestro Musik Pencipta Lagu Gugur Bunga

Usmar Ismail lahir pada 20 Maret 1921, di Bukittinggi Sumatra Barat. Ia pernah menempuh pendidikan di HIS Batusangkar dan MULO Simpang Haru, Padang (sekarang SMP 1 Padang). Lalu melanjutkan ke AMS-A Yogyakarta (sekarang menjadi SMA Negeri 1 Yogyakarta).

Usmar Ismail, Sastra, Jurnalistik, dan Film

Dilansir Malang Terkini dari laman Festival Film Indonesia, bakal Usmar Ismail terhadap sastra telah ditunjukkan sejak kecil. Ia lalu pernah bekerja di Keimin Bunka Sidosho (Kantor Besar Pusat Kebudayaan Jepang), disinilah bakat yang dimilikinya mulai berkembang. Kala itu, Usmar Ismail, Armijn Pane dan budayawan lain telah mementaskan drama.

Ketertarikannya pada dunia teater pertama kali dibuktikan dalam pendirian kelompok sandiwara bernama Maya yang dianggotai diantaranya oleh El Hakim, Rosihan Anwar, Cornel Simanjuntak, Sudjojono, dan H.B. Jassin. Sandiwara yang berhasil dipentaskan antara lain berjudul Taufan di Atas Asia karya El Hakim, kemudian tiga judul sandiwara karya Usmar Ismail, yaitu Mutiara dari Nusa Laut, Mekar Melati dan Liburan Seniman. Semua sandiwara ini telah menjadi cikal bakal teater modern di Tanah Air.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Usmar Ismail menjalani dinas kemiliteran. Lalu ia mendirikan surat kabar Rakyat Bersama dengan Sjamsuddin Sutan Makmur dan Rinto Alwi.

Baca Juga: Ini Sanksi FIFA Kepada Negara yang Menolak Bertanding Melawan Israel

Namun ia dan kawan-kawannya terpaksa pindah ke Yogyakarta setelah kedatangan NICA dan sekutu di Indonesia saat Jepang menyerah tanpa syarat pada 15 Agustus 1945. Di Yogyakarta, Usmar Ismail dan kawan-kawannya mendirikan harian Patriot dan bulanan Arena.

Kemudian di tahun 1946 hingga 1947, ia terpilih menjadi Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Namun di tahun 1948, saat sedang menjalani profesi sebagai wartawan politik di kantor berita Antara dan saat meliput perundingan Indonesia dengan Belanda, Usmar Ismail ditangkap oleh Belanda atas tuduhan terlibat dalam kegiatan subversi untuk membantu revolusi Indonesia.

Usmar Ismail ditahan kala itu, namun dia dipekerjakan di perusahaan produksi film milik Belanda yaitu South Pacific Corporation. Setelah membantu Andjar Asmara dalam menyutradarai film berjudul Gadis Desa, Usmar diajak oleh Andjar Asmara untuk mengerjakan film produksi South Pacific Corporation.

Ia pun berhasil menyutradarai dua film pertamanya berjudul Harta Karun dan Tjitra, Namun, saat itu dia merasa kreativitasnya dalam dunia film merasa dikekang.

Baca Juga: Alasan dan Daftar Negara yang Pernah Menolak Bertanding Melawan Timnas Israel

Awal Perkenalan dengan Sinematografi

Usmar Ismail akhirnya dibebaskan dan keluar dari South Pacific Corporation. Berangkat dari hal itu, Usmar mulai lebih serius untuk menekuni perfilman di Tanah Air.

Awal perkenalan Usmar dengan dunia film dimulai saat duduk sebagai siswa MULO Padang (SMP 1 Padang). Ia sesekali mendatangi bioskop, meskipun ayahnya melarangnya.

Perkenalannya lebih jauh dengan dunia sinematografi ketika berada di Yogyakarta, didikan dari orang Jepang yang berdarah Korea HInatsu Eitaroo menyadarkannya jika film bisa menjadi alat penyampaian kritik dan gagasannya.

Setiap minggu, ia bersama dengan kawan-kawannya, Andjar Asmara, Armijn Pane, Kotot Sukardi, dan Sutarto, sering berkumpul dan berdiskusi tentang seluk-beluk film di sebuah Gedung, yang terletak di depan Stasiun Tugu, Yogyakarta.

Cikal Bakal Peringatan Hari Film Nasional

Usmar Ismail pada tanggal 30 Maret 1950 mendirikan Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) di Jakarta. Perfini kemudian menjadi perusahaan film pertama yang dimiliki oleh Indonesia.

Di tanggal 30 Maret juga, Usmar Ismail melakukan pengambilan gambar untuk film Indonesia pertama yang seluruh bagiannya dikerjakan oleh anak bangsa berjudul Darah dan Doa. Dan hal inilah yang melatarbelakangi peringatan Hari Film Nasional di setiap tanggal 30 Maret.

Untuk memantapkan kariernya, ia melanjutkan Pendidikan di Amerika Serikat di tahun 1952. Usmar berhasil lulus dari Jurusan Film di Universitas California, Los Angeles.

Baca Juga: Menakar Kualitas Pemain dan Liga Sepakbola di Benua Afrika

Namun di tahun 1955, saat ia kembali ke Indonesia, Usmar Ismail dihadapkan dengan situasi politik Indonesia yang sedang memanas menjelang Pemilu. Disaat itu pula nasib perfilman Indonesia cukup mengkhawatirkan karena banyaknya film Malaya dan India yang mulai masuk ke Indonesia.

Di tahun yang sama, Usmar Ismail mempelopori penyelenggaraan festival film, sebagai ajang tertinggi perfilman, dengan tujuan untuk mempersatukan produser-produser film di Indonesia. Festival inilah yang dikenal sampai sekarang sebagai Festival Film Indonesia.

Usmar Ismail dan Masa-Masa Sulit Perfini

Di tengah maraknya aksi boikot film-film Amerika, kemudian serangan kelompok kiri terhadap Usmar Ismail. Perfini dihadapkan kenyataan pada kondisi keuangan yang makin menurun yang mengancam keberlangsungan perusahaan.

Beberapa karyanya berhasil meraih keuntungan, namun hal itu masih tidak bisa menyelamatkan kesulitan finansial Perfini. Usmar Ismail pun terpaksa menutup studio Perfini yang berada di Mampang pada tahun 1960.

Setelah itu ia berusaha untuk tetap membuat film berafiliasi dengan Lembaga Seniman Muslimin Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), dan beberapa instansi Pemerintah, namun usahanya masih selalu gagal.

Baca Juga: Google Doodle Hari ini Peringati Ulang Tahun Sapardi Djoko Damono, Penyair Hujan Bulan Juni

Usmar Ismail wafat pada tanggal 2 Januari 1971, saat usianya belum genap 50 tahun. Ditengah pembuatan film yang bekerja sama dengan perusahaan film internasional asal italia, ia jatuh sakit dan wafat dengan memendam kekecewaan akibat masalah kerjasama di film tersebut.

Film Karya Usmar Ismail hingga Dikenal secara Internasional

Usmar Ismail semasa hidup telah membuat lebih dari 30 judul film. Karya layar lebar yang ia sutradarai diantaranya Darah dan Doa (1950), Dosa Tak Berampun (1951), Enam Jam di Yogya (1951), Kafedo (1953), Krisis (1953), Lewat Djam Malam (1954), Tiga Dara (1956), Asrama Dara (1958), Pedjuang (1960), serta film berjudul Big Village (1969).

Pada tahun 1961, film Usmar Ismail berjudul Pedjuang yang bercerita tentang dokumentasi kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda, ditayangkan di Festival Film Internasional Moskwa ke-2. Film inilah yang membuat nama Usmar Ismail mulai dikenal secara internasional.

Film Pedjuang karya Usmar Ismail, menjadi film Indonesia pertama yang ditayangkan di festival film internasional. Sedangkan untuk filmnya berjudul Tiga Dara telah direstorasi dan bahkan ditayangkan ulang di bioskop pada tahun 2016.***

Editor: Iksan

Tags

Terkini

Terpopuler