Walaupun masih diminta untuk menunggu hasil dari tim psikiatri forensik kepolisian, Ratih menilai perbuatan sang ibu kepada ketiga anaknya adalah bentuk manifestasi dari rasa frustasi dan putus asa.
"Saya mengidentifikasi ada perasaan keputusasaan, frustrasi, dan kemarahan yang sangat hebat pada dia. Tapi pertanyaannya marahnya sama siapa, sama anak-anaknya? Belum tentu," tutur Ratih.
Menurutnya, kemarahan yang selama ini dirasakan sang ibu hanya dipendam, bisa terhadap sang suami atau terhadap nasib yang selama ini tidak bisa diterima.
Kondisi suami dan kondisi ekonomi keluarga menjadi perhatian yang lebih dari pihak kepolisian saat mendalami faktor utama kesehatan mental sang ibu.
"Kalau saya baca dari berita orangnya tertutup. Mungkin juga mau minta tolong sama siapa. Karakteristik kepribadiannya seperti apa, kita enggak tahu, karena itu juga bisa berpengaruh terhadap bagaimana dia mengambil tindakan fatal seperti ini," tutur Ratih.
"Dia bilang, dengan membunuh akan membebaskan penderitaan anak-anaknya. Pertanyaannya penderitaan yang seperti apa, apakah memang dia secara sadar melakukannya atau punya pikiran ngawur? Tapi di sisi lain dia mengatakan, 'Saya nggak gila'," tutur Ratih.Psikolog berpendapat mengenai pembunuhan ibu muda terhadap ketiga anaknya
Ratih berharap pada dua anak yang terdampak agar pihak lain turut membantu penanganan dan proses pemulihan dan tidak memberatkan kondisi mereka. Menurutnya, tingkatan trauma kedua anak tersebut tidak dapat diperkirakan.
"Nomor satu dapat tempat berlindung dulu, mudah-mudahan mereka bisa berkembang dan bertumbuh dengan bagus dan sehat, mendapat penanganan psikologis dan terapi yang baik. Itu juga jadi doa dari kita semua agar anak-anak ini bisa sembuh dari trauma," ujar Ratih sebagaimana dikutip Malang Terkini dari laman Pikiran Rakyat.***