Lembaga ini didirikan oleh rekan-rekan aktivis masjid ITB, UI, UGM dan aktivis di Bogor dan kota-kota lain di Indonesia.
Pada tahun 1992, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merintis sebuah bank dengan konsep tanpa bunga dan diberi nama Bank Muamalat Indonesia.
Secara yuridis, bank syariah di Indonesia diakui secara formal pada tahun 1992 dan diberlakukan UU No. 7 tahun 1992, diamandemen dengan UU No. 10 Tahun 1998 yang berdasarkan prinsip syariah.
Kemudian UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juga menetapkan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Keberadaan kedua UU tersebut belah mengamanatkan Bank Indonesia untuk menyiapkan perangkat ketentuan dan fasilitas penunjang lainnya yang mendukung operasional Bank Syariah, sehingga memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia.
Karakteristik Bank Syariah yang melarang bunga, transaksi yang bersifat tidak transparan (gharar) dan spekulatif dirasa dapat mengatasi masalah problem Perbankan yang sensitif akan krisis ekonomi.
Hal ini telah dibuktikan saat Indonesia dihadapkan kondisi krisis ekonomi tahun 1997, Bank syariah mampu bertahan mengatasi krisis moneter.
Maka pengembangan Perbankan Syariah diharapkan dapat meningkatkan kata hanan sistem Perbankan nasional yang sedemikian rupa dapat menciptakan perekonomian tangguh.***