Cerita Rakyat Jawa Timur, Legenda Gunung Bromo yang Terletak di Empat Wilayah Lengkap dengan Pesan Moral

- 19 November 2022, 07:11 WIB
Cerita Rakyat Tengger Gunung Bromo
Cerita Rakyat Tengger Gunung Bromo /Pixabay/PublicDomainPictures

MALANG TERKINI – Gunung Bromo merupakan gunung berapi yang masih aktif. Lokasinya terletak di empat wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Malang.

Memiliki pesona keindahan alam yang menawan, siapa sangka ternyata Gunung Bromo mempunyai legenda cerita rakyat yang terkenal.

Cerita rakyat ini menceritakan tentang sejarah diadakannya upacara persembahan setiap tahun pada tanggal 14 Kasada (bulan kedua belas kalender Tengger).

Baca Juga: Contoh Cerita Rakyat Timun Mas Bahasa Jawa Singkat dan Ulasan Pendek Pesan Moralnya

Legenda Gunung Bromo erat kaitannya dengan legenda masyarakat suku Tengger yang tinggal di kawasan Gunung Bromo.

Legenda Tengger Gunung Bromo

Pada zaman dahulu kala, tepatnya ratusan tahun yang lalu, masa pemerintahan raja-raja Hindu seperti Majapahit, Brawijaya mengalami masa-masa terpuruk karena berkembangnya agama baru, Islam.

Pada masa tersebut, lahirlah seorang bayi perempuan yang bernama Roro Anteng. Singkat cerita saat Roro Anteng dewasa, ia menikah dengan Joko Seger, seorang pemuda yang berasal dari Kasta Brahma.

Situasi di kerajaan saat itu kacau, raja dan pengikutnya terpaksa mundur ke wilayah timur, sebagian harus bermigrasi ke Bali dan sebagian sampai di gunung berapi.

Baca Juga: Cerita rakyat NTT, Legenda Bukit Fafinesu di Kabupaten Tengah Utara Lengkap dengan Pesan Moralnya

Begitupun pasangan suami istri baru, Roro Anteng dan Joko Seger yang pindah bersama kelompok yang pergi ke gunung berapi.

Keduanya merupakan penguasa daerah gunung berapi yang dinamakan Tengger, berasal dari Roro Anteng dan Joko Seger.

Kemudian ia menamai dirinya dengan nama Purba Wasesa Mangkurat Ing Tengger yang berarti penguasa Tengger yang saleh.

Baca Juga: Apa yang Dimaksud dengan Cerita Rakyat? Berikut Pengertian, Ciri-ciri, Fungsi, dan Jenis-jenisnya

Selama masa kepemimpinannnya wilayah Tengger terbilang makmur, namun sang Raja dan Ratu merasa ada yang kurang selama masa pernikahannya karena mereka tidak memiliki anak untuk menggantikan tahta mereka.

Akhirnya mereka memutuskan untuk mendaki puncak gunung berapi untuk berdoa dan memohon di hadapan Para Dewa dengan bermeditasi.

Selama meditasi keduanya mendengar suara gemuruh dan kawah panas yang terangkat secara ajaib disertai dengan petir emas.

Baca Juga: Cerita Rakyat Malin Kundang, Dongeng Nusantara Berkisah Anak Durhaka

Doa mereka akhirnya didengar oleh Para Dewa, keduanya akan segera diberikan momongan, tetapi mereka harus mengorbankan anak terakhir mereka sebagai imbalan. Hal itu adalah sebuah masa depan yang menjanjikan yang tidak dapat disangkal.

Tak lama kemudian, lahirlah bayi laki-laki pertama dan Roro Anteng yang diberi nama Tumenggung Klewung.

Satu persatu anak mereka lahir selama bertahun-tahun dan jumlahnya mencapai 25 orang. kemudian lahirlah seorang anak terakhir yang diberi nama Kesuma.

Roro Anteng dan Joko Seger sangat bahagia dan semua anaknya diberikan rasa cinta dan kasih sayang.

Baca Juga: Contoh Cerita Rakyat Malin Kundang Bahasa Jawa Singkat dan Ulasan Pendek Pesan Moralnya

Kebahagiaan menyelemuti mereka selama bertahun-tahun, tapi perasaan khawatir dan sedih tetap menghantui mereka karena janji yang dewa minta suatu hari.

Mereka menyadari bahwa hal tersebut tidak bisa dipungkiri. Hari itupun tiba, Para Dewa mengingatkan akan janji mereka.

Karena cinta dan kasih sayangnya, mereka merasa kejam apabila mengorbankan anak terakhir mereka, akhirnya mereka memutuskan untuk mengingkari janji mereka dengan tidak mempersembahkan Kesuma kepada Para Dewa.

Mereka membawa pergi anak-anak mereka untuk menyelamatkan anak terakhir mereka dari persembahan dengan cara mencari tempat persembunyian yang aman agar mereka tidak ditemukan.

Baca Juga: Apa Definisi Cerita Rakyat, Struktur, dan Contohnya?

Tiba-tiba, letusan gunung berapi itu mengikuti kemanapun mereka pergi dan secara ajaib Kesuma, anak terakhir tercinta ditelan ke dalam kawah.

Di saat itulah Kesuma menghilang dari pandangan mereka, suara gemuruh berkurang dan keheningan yang aneh untuk beberapa saat tetapi sebuah suara tiba-tiba bergema hingga ada terdengar suara dari jauh.

“Hai, saudara-saudaraku tercinta. Aku dikorbankan untuk kembali ke Sang Hyang Widi Wasa untuk menyelamatkan kalian semua. Dan apa yang saya harapkan dalam damai dan hidup sejahtera. Jangan lupa untuk mengatur gotong royong di antara Kalian dan menyembah Para Dewa terus menerus untuk mengatur upacara persembahan setiap tahun pada tanggal 14 Kasada (bulan kedua belas kalender Tengger) pada bulan purnama. Demi Tuhanmu. Hyang Widi Wasa.”

Sejak saat itu Kakak dan adik Kesuma mengadakan upacara persembahan setiap tahun sesuai dengan nasehat Kesuma dan diadakan dari generasi ke generasi hingga sekarang.

Itulah cuplikan cerita rakyat Jawa Timur Gunung Bromo, moral yang bisa dipetik dari kejadian tersebut adalah untuk selalu bergotong royong satu sama lain.***

Editor: Ratna Dwi Mayasari

Sumber: dongengceritarakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah