Profil Dr. Sulianti Saroso Jadi Google Doodle Hari Ini, Berikut Kisahnya

- 10 Mei 2023, 15:33 WIB
Google doodle peringati ulang tahun ke-106 Prof Dr Sulianti Saroso
Google doodle peringati ulang tahun ke-106 Prof Dr Sulianti Saroso / // Tangkap layar Google

Dia kemudian menjadi presiden perempuan kedua World Health Assembly dan bertugas di beberapa organisasi terkemuka, di antaranya World Health Organization’s Expert Committee on Maternal and Child Health, yakni sebuah komite kesehatan ibu dan anak, The UN Commission on Community Development in African Countries yang bertugas dalam bidang pengembangan masyarakat negara-negara Afrika, dan Indonesian Women's National Commission yaitu komisi perempuan Indonesia.

Sulianti Saroso kini dikenal sebagai nama rumah sakit

Prof Dr Sulianti Saroso kini dikenal sebagai nama rumah sakit yang berada di garda depan ketika muncul wabah penyakit yang menyerang saluran pernapasan, seperti flu burung, SARS, MERS dan kini virus Corona.

Sebagai seorang aktivis perempuan, Sulianti Saroso sadar akan pentingnya dan relevansi politik. Mentor politiknya adalah Soebadio Sastrosatomo, anggota Dewan Pekerja KNIP, yang kemudian menjadi Ketua Fraksi Partai Sosialis Indonesia (PSI) di DPR hasil Pemilu 1955. Bersama teman-temannya, ia membentuk Laskar Wanita.

Program KB yang ia canangkan mendapat reaksi keras dari Bung Hatta

Kepeduliannya kepada kesejahteraan ibu dan anak, salah satunya ia lakukan melalui pidato di RRI Yogyakarta.

Ia berusaha untuk menggalang dukungan pemerintah, namun mendengar siarannya, Muhammad Hatta marah dan meminta Sulianti untuk tidak lagi membicarakan KB (Keluarga Berencana), dan berhenti menjalankan tugasnya di Dinas Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan di Yogya.

Baca Juga: Elon Musk Ungkap Fitur Baru Twitter untuk Panggilan dan Pesan Enkripsi

Ketika itu Sulianti Saroso kecewa, baginya perintah itu adalah kontradiksi yang kejam. Sedangkan bagi Bung Hatta, tatanan ini masuk akal dari segi moralitas akal sehat. Selain itu, reaksi penolakan juga muncul dari organisasi perempuan setempat.

Menurut Sulianti Saroso, Indonesia kekurangan bidan sehingga masyarakat menggunakan bidan tradisional, yang berakibat angka kematian bayi menjadi tinggi. Di sisi lain, dengan jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat, dia sarankan para ibu untuk berani membatasi kelahiran.

Program KB dianggap melanggar HAM dan ditentang Soekarno

Berbagai reaksi muncul, termasuk dari Gabungan Organisasi Wanita Yogyakarta (GOWY) yang kala itu mengadakan pertemuan antara dokter, bidan, dan tokoh agama. Mereka menolak pandangan Sulianti tentang KB, yang mereka anggap melanggar hak asasi manusia, mengakibatkan terbunuhnya embrio, bahkan berisiko meluasnya prostitusi dan merusak moral masyarakat.

Pada tahun 1952, sebuah organisasi wanita lokal mengadakan seminar tentang keluarga dan perencanaan kehamilan, dihadiri oleh petugas kesehatan, kelompok sekuler, dan organisasi keagamaan Katolik dan Islam, yang menghasilkan kesimpulan pelarangan penggunaan kontrasepsi dalam bentuk dan alasan apapun.

Halaman:

Editor: Niken Astuti Olivia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x