Cerita rakyat NTT, Legenda Bukit Fafinesu di Kabupaten Tengah Utara Lengkap dengan Pesan Moralnya

18 November 2022, 21:41 WIB
Cerita rakyat NTT, legenda pemberian nama Bukit Fafinesu yang ada di Kabupaten Tengah Utara /Larisa_K/Pixabay

MALANG TERKINI – Cerita rakyat NTT memiliki segudang kisah dan salah satunya tentang asal mula nama Bukit Fafinesu.

Pemberian nama Bukit Fafinesu sendiri ternyata memberikan kisah latar belakang yang cukup panjang pula.

Legenda Bukit Fafinesu adalah cerita rakyat daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diceritakan secara turun temurun.

Baca Juga: Cerita Rakyat Malin Kundang, Dongeng Nusantara Berkisah Anak Durhaka  

Kisah yang mengesankan yaitu latar pemberian nama Bukit Fafinesu yang sangat unik terkait sebuah peristiwa ajaib terjadi.

Keberadaan Bukit Fafinesu

Bukit Fafinesu dapat dijumpai di daerah bagian utara Kota Famenanu masuk di wilayah Kabupaten Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ternyata ada latar belakang yang menarik dalam pemberian nama Fafinesu pada bukit tersebut.

Bukit Fafinesu menurut bahasa Nusa Tenggara berarti Bukit Babi Gemuk, berikut latar kisah Legenda Bukit Fafinesu.

Baca Juga: Contoh Cerita Rakyat Malin Kundang Bahasa Jawa Singkat dan Ulasan Pendek Pesan Moralnya

Legenda Bukit Fafinesu

Dikisahkan dahulu kala di sebuah tempat pedalaman Pulau Timor terdapat 3 orang kakak beradik bernama Abatan, Saku, dan Seko.

Mereka bertiga hidup bersama saudara dari ibunya sebab kedua orang tuanya telah meninggal dunia.

Sang ayah meninggal karena jatuh ke jurang saat sedang berburu babi hutan, dan selang 7 bulan kemudian ternyata sang ibu juga meninggal dunia.

 Baca Juga: Daftar Cerita Rakyat Indonesia dan Asal Daerahnya

Sang ibu meninggal dunia karena melahirkan Seko, si bungsu, ia meninggal dunia karena kehabisan darah.

Sebenarnya setelah orang tua mereka meninggal dunia, mereka bertiga diasuh oleh sang nenek. Tapi saat Seko berusia 2 tahun neneknya pun meninggal dunia.

Mereka hidup rukun bertiga walaupun hidup dengan kesederhanaan bahkan lebih pada kekurangan.

 Abatan tumbuh menjadi remaja yang cerdas dan rajin, ia giat bekerja menanam jagung dan ketela di lading, mencari kayu bakar dan memasak.

Abatan adalah saudara nomor dua, dengan senang hati ia mempersiapkan segala sesuatunya untuk kakak dan adiknya.

Baca Juga: Contoh Cerita Rakyat Populer Jawa Timur, Ringkasan, dan Hikmahnya

Seko sudah berusia 5 tahun, tumbuh sebagai anak yang penurut dan selalu patuh pada kakaknya.

Suatu malam Seko tidak bisa tidur, tiba-tiba ia merasa rindu yang begitu dalam kepada kedua orang tuanya.

Ia bertanya pada kakak sulungnya, Saku tentang keberadaan ayah dan ibu mereka yang tidak pernah pulang.

“Kak Saku, ke manakah ayah dan ibu pergi? Kenapa mereka tidak pernah datang kemari?” tanya Seko.

Baca Juga: Ringkasan Cerita Rakyat Danau Toba Asal Sumatra Utara dan Pesan Moralnya, Dongeng Singkat Sebelum Tidur 

Saku tidak ingin membuat Seko sedih, ia pun menjawab bahwa orang tua mereka sedang pergi jauh mencarikan makanan buat mereka.

“Ayah dan ibu sedang pergi jauh, Adikku!. Suatu saat mereka akan pulang membawa makanan yang lezat-lezat untuk kita,”jawab Saku.

Jawaban Saku bisa menenangkan hati Seko dan bisa tertidur pulas, tapi tidak demikian dengan Seko.

 Baca Juga: Pesan Moral Cerita Rakyat Malin Kundang: Anak Durhaka yang Dikutuk Jadi Batu

Saku menjadi tidak bisa tidur, ia jadi teringat orang tuanya dan merasakan kesedihan serta kerinduan yang mendalam pada mereka.

Ia mengambil seruling dan berjalan menuju ke sebuah bukit di dekat rumah mereka tinggal.

Setiba di atas bukit itu, Saku menangis dan melihat langit sambil bergumam kerinduannya kepada ayah dan ibunya.

“Ayah, Ibu! Kami sangat merindukan kalian. Mengapa begitu cepat kalian meninggalkan kami,” ucap Saku dalam isaknya.

 Baca Juga: Ringkasan Cerita Malin Kundang dan Pesan Moralnya, Cerita Rakyat Asal Sumatra Barat

Kemudian, ia mulai meniup seluring sambil sambil menyanyikan lagu kesukaannya.

Ama ma aim honi (Ayah dan Ibu)
Kios man ho an honi (Lihatlah anakmu yang datang)
Nem nek han a amnaut (Membawa setumpuk kerinduan)
Masi ho mu lo’o (Walau kamu jauh)
Au fe toit nek amanekat (Aku butuh sentuhan kasihmu)
Masi hom naoben me au toit (Walau kalian teah tiada, aku minta)
Ha ho mumaof kau ma hanik kau (Supaya Ayah dan Ibu melindungi dan memberi rezeki)

Di tengah-tengah hanyut dalam lagu itu, tiba-tiba roh kedua orang tuanya turun dari langit.

Roh sang ayah menyampaikan pesan kepada Saku bahwa mereka berdua selalu bersamanya.

“Anakku, aku dan ibumu mendengarmu. Walaupun kita berada di dunia yang berbeda, namun kami akan selalu bersama kalian bertiga,” kata roh ayah.

 Baca Juga: Pesan Moral Cerita Rakyat ‘Sangkuriang’, Kisah Masyarakat Jawa Barat

Saku terkejut tak mengetahui asal dari suara itu, saat ia berusaha mencari arah suara tiba-tiba terdengar suara roh itu ada lagi.

Roh itu meminta sebelum ayam berkokok untuk mengajak adik-adiknya semua menemui roh sang ayah di tempat itu dengan membawa seekor ayam jantan merah.

Ayam jantan merah itu menurut penjelasan roh sang ayah akan dijadikan kurban di tempat itu.

Keesokan harinya, ketiga kakak beradik itu menuju ke puncak bukit sambil membawa ayam jantan merah sesuai dengan pesanan roh ayah mereka.

 Baca Juga: Pesan Moral Cerita Rakyat ‘Malin Kundang’: Jangan Durhaka Kepada Orang Tua

Setibanya di puncak bukit tiba-tiba angin bertiup kencang membuat pepohonan di sekitar tempat itu meliuk-liuk seperti menari.

Saat tiupan angin berhenti, tampaklah 2 bayangan berjalan menuju ke arah mereka bertiga.

Saku dan Abatan yang mengenali wajah kedua orang tuanya segera berteriak dan menuju dua sosok itu.

Seko segera ikut berlari menyusul kedua kakaknya sambil memeluk erat satu sosok yaitu sosok sang ibu.

Mereka berpelukan erat, menghapus kerinduan yang telah bertahun-tahun mereka rasakan.

Sang ayah membawa ketiga anak dan istrinya ke dasar jurang dan menyuruh Seko menyembelih ayam yang mereka bawa.

Baca Juga: Pesan Moral Cerita Rakyat Malin Kundang: Anak Durhaka yang Dikutuk Jadi Batu

Saat darah ayam menyentuh bumi, tiba-tiba ada 2 ekor babi gemuk muncul di tengah-tengah mereka.

2 babi pemberian orang tua mereka selanjutnya mereka pelihara kemudian diternakkan terus berkembang biak menjadi sangat banyak.

Tempat pertemuan dengan kedua orang tua mereka itu kemudian mereka namakan sebagai Bukit Fafinesu atau Bukit Babi Gemuk.

Pesan moral: semua orang tua selalu menyayangi semua anaknya walaupun sudah meninggal sekalipun, kasih sayang tetap ada di dalam hati anak-anaknya.

Itulah cerita rakyat dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Legenda Bukit Fafinesu dari Kabupaten Tengah Utara.***

Editor: Ratna Dwi Mayasari

Tags

Terkini

Terpopuler