Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

- 27 Juli 2022, 18:47 WIB
Ir. Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan
Ir. Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan /kolase tangkap layar bse dari Kemendikbud./

MALANG TERKINI – Penting bagi generasi bangsa untuk mengetahui sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia guna meningkatkan nasionalisme dan rasa cinta tanah air.

Dirangkum dari Buku Sejarah Indonesia Kelas XI terbitan Kemendikbud, bahwa peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia diawali oleh kalahnya Jepang dalam Perang Dunia II.

Kekalahan ini membuat Jepang semakin terdesak dalam dunia pertempuran di Pasifik.

Sehingga Jepang berusaha menarik simpati dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan kemerdekaan yang disampaikan Perdana Menteri Koiso dan direalisasikan dengan pembentukan BPUPKI serta PPKI.

Baca Juga: Isi Teks Proklamasi Kemerdekaan RI, Sejarah Penulisan, dan Pengetikan Naskah

Pada tanggal 26 Juli 1945, tiga pemimpin negara yang tergabung dalam sekutu yaitu Presiden Amerika Serikat (Harry S. Truman), Perdana Menteri Inggris Raya (Winston Churchill), dan Cina (Chiang Kai Shek), melaksanakan Konferensi di kota Postdam (Jerman).

Hasil dari konferensi tersebut adalah sebuah deklarasi mengenai kekalahan Jepang, yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Postdam.

Isi dari deklarasi tersebut diantaranya, semua penjahat perang harus diadili secara keras, termasuk mereka yang melakukan kekejaman terhadap para tawanan.

Pemerintah Jepang harus memberi kebebasan dan memberlakukan demokrasi, serta penghormatan atas hak-hak asasi manusia.

Baca Juga: 3 Juli 1990: Sejarah Tragedi di Terowongan Mina yang Menelan Lebih dari Seribu Jamaah Haji

Pemerintah Jepang juga diberikan kesempatan untuk memilih mengakhiri perang kepada sekutu dengan cara menyerah tanpa syarat atau memilih untuk penghancuran secara besar-besaran.

Namun sayangnya, Jepang menolak isi deklarasi tersebut.

Atas dasar sikap Jepang ini, Amerika Serikat menjatuhkan bom di dua kota yaitu Hiroshima dan Nagasaki.

Bom nuklir “Little boy” dijatuhkan di Kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945, dilanjutkan dengan bom nuklir “Fat Man” yang dijatuhkan di kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945.

Baca Juga: Arti Mimpi Sedang Menyapu, Psikolog: Sangat Positif!

Bom yang diledakkan di dua kota tersebut menyebabkan ratusan ribu penduduk Jepang meninggal dunia dan ratusan ribu lainnya mengalami kecacatan.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 (waktu Amerika Serikat) atau 15 Agustus 1945 (waktu Jepang), Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu dan mengakui deklarasi Postdam.

Pengeboman di Hiroshima dan Nagasaki sampai juga ke telinga para aktivis pergerakan.

Pada tanggal 9 Agustus 1945, tiga tokoh Indonesia yaitu Soekarno, Moh. Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat terbang ke Dalat Vietnam, guna menemui Marsekal Terauchi.

Baca Juga: NOW GG! Download Stumble Guys Apk Terbaru Tanpa Resiko yang Ganas

Sehari setelahnya, tokoh golongan muda Sutan Syahrir mendengar siaran radio BBC (British Broadcasting Corporation) tentang kekalahan Jepang dan kemungkinan akan menyerah kepada Sekutu.

Dalam waktu singkat, berita kekalahan tersebut menyebar ke kalangan aktivis pergerakan baik golongan muda maupun golongan tua.

Terlebih adanya pemanggilan ketiga tokoh nasional Indonesia ke Vietnam menambah keyakinan para aktivis pergerakan, bahwa kemerdekaan Indonesia menjadi agenda pembicaraan.

Sepulangnya ke Indonesia, Moh. Hatta bertemu dengan Sutan Syahrir membahas Proklamasi Indonesia.

Baca Juga: Rekomendasi Formasi eFootball PES 2022 untuk Strategi Bertahan dan Menyerang

Syahrir berpendapat bahwa golongan tua harus segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, namun dibantah oleh Hatta yang berpendapat bahwa proklamasi Indonesia akan diserahkan kepada PPKI yang telah dibentuk.

Menurut Syahrir, kemerdekaan jangan dilakukan melalui PPKI karena Sekutu akan mengecap kemerdekaan sebagai buatan Jepang, sebaiknya Soekarno sendiri yang menyatakan kemerdekaan di corong radio sebagai pemimpin rakyat.

Perdebatan kedua tokoh ini menjadi polemik di antara golongan muda dan golongan tua.

Inti dari perdebatan bukan pada ada atau tidaknya pelaksanaan proklamasi, melainkan beberapa hal berikut:

a. Bagaimana proklamasi itu dilaksanakan

b. Ada atau tidaknya campur tangan Jepang dalam pelaksanaan proklamasi

Soekarno dan Hatta menghendaki sikap yang kooperatif dengan Jepang, dimana hal-hal mengenai proklamasi harus dikonsultasikan dengan Jepang, jadi menurut Soekarto tidak perlu tergesa-gesa.

Ada pula pertimbangan Soekarno mengenai pendapatnya:

a. Militer Jepang masih ada di Indonesia, apabila proklamasi ini tanpa izin Jepang ditakutkan akan memicu pertumpahan darah

b. Jepang telah menjanjikan proklamasi Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945 melalui PPKI

Sekali lagi, pertimbangan ini ditolak oleh golongan muda.

Menurut para pemuda, kemerdekaan Indonesia harus diraih dengan pengorbanan dan perjuangan rakyat sendiri, bukan campur tangan Jepang.

Perdebatan ini memicu terjadinya Peristiwa Rengasdengklok.

Para pemuda gagal memaksa golongan tua untuk secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang.

Menurut golongan muda jika Soekarno-Hatta berada di Jakarta, maka kedua tokoh ini akan dipengaruhi dan ditekan oleh Jepang serta menghalanginya untuk memproklamirkan kemerdekaan.

Tanggal 15 Agustus 1945 di malam hari sebelum terjadinya peristiwa Rengasdengklok, golongan pemuda mengadakan perundingan di ruangan Lembaga Bakteriologi Pegangsaan Timur, dipimpin Chaerul Saleh.

Keputusan rapat ini menunjukkan tuntutan radikal golongan pemuda, diantaranya menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri tanpa digantungkan pada orang dan kerajaan lain.

Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaiknya diharapkan diadakannya perundingan dengan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta supaya mereka turut menyatakan proklamasi.

Keputusan rapat tersebut disampaikan oleh Wikana dan Darwis jam 22.00 WIB di kediaman Ir. Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur (sekarang Jl. Proklamasi) no. 56 Jakarta.

Tuntutan Wikana adalah agar proklamasi dinyatakan oleh Ir. Soekarno pada keesokan harinya dan ia mengatakan akan terjadi pertumpahan darah jika keinginan mereka tidak dilaksanakan.

Mendengar ancaman ini, Ir. Soekarno menjadi sangat marah, sedangkan para pemuda tetap mendesak agar besok tanggal 16 Agustus 1945 dinyatakan proklamasi.

Namun golongan tua masih menekankan perlunya diadakan rapat PPKI terlebih dahulu.

Perbedaan pendapat inilah yang membuat golongan muda kemudian menculik Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok.

Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta diculik dan dibawa menuju Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB.

Soekarno, Hatta, Fatmawati, dan Guntur Soekarno Putra dibawa ke rumah seorang keturunan Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong.

Di sana, para pemuda meyakinkan Soekarno dan Hatta bahwa Jepang benar-benar sudah menyerah.

Kemudian mereka membujuk keduanya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.

Sementara, di Jakarta telah terjadi kesepakatan antara golongan tua yang diwakili oleh Achmad Soebardjo dengan wikana dari golongan muda untuk mengadakan proklamasi di Jakarta.

Golongan muda mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar Achmad Soebardjo ke Rengasdengklok guna menjemput Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta,

Pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945, rombongan Soekarno-Hatta telah sampai di Jakarta diantar oleh Laksamana Muda Maeda ke rumah Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto (Kepala Pemerintahan militer Jepang di Indonesia)

Namun Moichiro Yamamoto tidak mau menerima rombongan Soekarno-Hatta, lantas memerintahkan Mayor Jenderal Otoshi Nishimura (Kepala Departemen Urusan Umum Pemerintahan Militer Jepang) untuk menerima kedatangan Soekarno-Hatta.

Nishimura memberi kabar mengejutkan, bahwa Tokyo tidak mengizinkan proklamasi kemerdekaan Indonesia karena adanya perjanjian antara Sekutu dan Jepang yang mengharuskan Jepang menjaga status quo di wilayah jajahan Jepang, salah satunya Indonesia.

Jawaban membuat kedua tokoh ini tidak puas, mereka kembali ke kediaman Laksamana Muda Maeda di Jl. Imam Bonjol No. 1 guna menyiapkan teks proklamasi disaksikan Achmad Soebardjo, Sukarni, BM Diah, Sudiro, dan Sayuti Melik.

Tanggal 17 Agustus dini hari, di ruang makan kediaman Laksamana Maeda, disusun naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Penyusun teks proklamasi yaitu Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebardjo.

Soekarno kemudian meminta persetujuan kepada semua yang hadir untuk menandatangani naskah proklamasi.

Namun Sukarni mengusulkan teks Proklamasi agar ditandatangani oleh Soekarno dan Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Usulan Sukarni diterima, kemudian naskah Proklamasi diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik dengan beberapa perubahan yang disepakati.

Usai diketik dan ditandatangani, mereka merundingkan lokasi pelaksanaan proklamasi.

Awalnya disepakati dilaksanakan di Lapangan Ikada Jakarta, namun karena khawatir akan memicu bentrokan dengan tentara Jepang akhirnya disepakati pelaksanaan proklamasi di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta (sekarang J;. Proklamasi No. 1) pada pukul 10.00 WIB.

Menjelang pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, suasana di kediaman Soekarno terlihat sibuk.

Walikota Jakarta saat itu Soewiryo memerintahkan Mr. Wilopo untuk mempersiapkan diperlukan dalam pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Suhud mendapat tugas mencari sebatang bambu untuk tiang bendera.

Bendera merah-putih yang dijahit Fatmawati juga disiapkan.

Pada pukul 10.00 WIB pembacaan proklamasi dimulai.

Soekarno terlebih dahulu menyampaikan pidato pengantar.

Setelah pembacaan proklamasi selesai, Suhud dan Latief Hendradiningrat mengibarkan bendera merah-putih yang diikuti semua yang hadir secara spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Acara dilanjutkan dengan sambutan Walikota Jakarta, Soewiryo dan Barisan Pelopor, dr. Muwardi.

Pada awal kemerdekaan, hanya segelintir orang saja yang mengetahui Indonesia telah merdeka.

Tanggal 17 Agustus 1945, Syahrudin wartawan kantor berita Domei (sekarang kantor berita Antara) berhasil menyampaikan salinan teks Proklamasi kepada Waidan B. Palenewen Kepala Pusat Jawatan Radio (sekarang menjadi RRI), selanjutnya Waidan memerintahkan seorang operator radio yakni F. Wuz untuk bergegas mengudarakan berita kemerdekaan Indonesia.

Berita proklamasi juga disebarkan melalui media cetak yakni surat kabar, pamflet, poster, coretan di gerbong kereta api dan dinding kota.

Selain itu, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI.***

Editor: Gilang Rafiqa Sari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x