Buya Yahya memberi analogi tentang keharaman berebut makanan saat maulid dengan mencium hajar aswad.
Hukum mencium hajar aswad adalah sunah. Namun jika sampai berebutan yang mengakibatkan orang lain sakit hati, atau misalnya dengan cara membayar sejumlah uang agar dapat mencium hajar aswad, maka hal itu tidak boleh.
Begitu halnya dengan berebut makanan. Itu merupakan ekspresi kebahagiaan menyambut ulang tahun Rasulullah. Tetapi jika sampai membahayakan orang lain maka hukumnya tidak boleh.
Baca Juga: 4 Amalan Bulan Maulid yang Paling Utama
Buya Yahya menegaskan, jangan sampai kesunahan-kesunahan yang dilakukan justru berakhir dengan dosa akibat kesalan cara melaksanakannya.
Dalam kaidah fikihnya, mendahulukan orang lain dalam urusan dunia itu sunah. Sementara mendahulukan orang lain dalam urusan ibadah hukumnya makruh.
Dalam konteks acara maulid, penerapan kaidah tersebut berarti lebih baik mengalah dalam mengambil makanan. Tidak perlu rebutan. Mestinya yang perlu diperebutkan adalah membaca sholawatnya, bukan makanannya.
Baca Juga: Kisah Maulid Nabi Muhammad: Bilal Bin Rabah Pingsan Tak Kuasa Menahan Rindu Kepada Rasulullah
Sebagai tuan rumah penyelenggara acara maulid mestinya membuat aturan agar orang yang hadir tidak berebutan makanan. Himbauan tokoh masyarakat diperlukan agar acara maulid berjalan tertib.
Buya Yahya berharap agar non-muslim tidak memberi cap negatif terhadap Islam akibat adanya perayaan maulid yang kurang beretika.***