Perbedaan Isi Pasal 340 dan Pasal 338 yang Dikenakan pada Irjen Ferdy Sambo Tersangka Penembakan Brigadir J

9 Agustus 2022, 20:59 WIB
Irjen Pol Ferdy Sambo Ditetapkan Sebagai Tersangka dan Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana /Instagram/divpropampolri

MALANG TERKINI – Polisi tetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka atas kasus penembakan Brigadir J di Komplek Polri Duren Tiga.

Penetapan tersebut disebutkan melalui konferensi pers yang diumumkan oleh Kapolri Listyo Sigit pada 9 Agustus 2022.

Tak hanya itu saja, Kapolri Listyo Sigit juga mengumumkan tiga tersangka baru atas pembunuhan Brigadir J beserta pasal-pasal yang dikenakan terhadap para tersangka.

Baca Juga: Bunyi Pasal 340 KUHP dan Ancaman Pidana Jerat Ferdy Sambo atas Kasus Kematian Brigadir J

Pernyataan perihal pengungkapan kasus penembakan Brigadir J tak jauh dari pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi pada 9 Agustus 2022.

“Jangan ragu-ragu, jangan ada yang ditutup-tutupi, ungkap kebenaran sehingga dapat dipertanggung jawabkan kepada publik,” tutur Presiden Jokowi kepada Polri.

Berawal dari pengakuan yang dilontarkan oleh Bharada E pada Sabtu, 6 Agustus 2022 bahwa sebenarnya tidak ada aksi tembak menembak pada saat kejadian.

Bharada E mengaku bahwa ia menembak Brigadir J atas dasar perintah dari atasan. Keterangan yang dilontarkan dari Bharada E membuat ada titik terang dari kasus ini.

Baca Juga: Biodata Kabareskrim Komjen Agus Andrianto Lengkap Pendidikan, Usia, dan Karir

Oleh karenanya Polri melalui Timsus diminta untuk mengusut tuntas sebagai komitmen dari Polri untuk mengungkap kasus ini secara cepat,tepat, akuntable, dan transparan.

Kapolri juga mengakui saat pendalaman olah TKP ditemukan ada beberapa hal yang menghambat proses penyidikan, salah satunya adalah penghilangan barang bukti.

“Saat pendalaman olah TKP ditemukan ada hal-hal yang menghambat proses penyidikan dan kejanggalan-kejanggalan yang kita dapatkan, seperti hilangnya CCTV dan hal-hal lain sehingga muncul dugaan ada hal-hal yang ditutupi dan direkayasa,” ujar Kapolri Listyo Sigit.

Baca Juga: Kapolri Umumkan Ferdy Sambo sebagai Tersangka Baru Terkait Kasus Kematian Brigadir J

“Oleh karena itu, Timsus melakukan pendalaman dan ditemukan adanya upaya untuk menghilangkan barang bukti, merakayasa, menghalangi proses penyidikan sehingga proses penanganan terhambat,” tambah Kapolri.

“Untuk membuat terang dan hambatan-hambatan penyidikan, beberapa waktu yang lalu kami mengambil keputusan penonaktifkan Karo Paminal, Karo Provos, Kadiv Propam Polri, dan Kapolres Metro Jakarta Selatan,” imbuh Kapolri.

Selain itu, Timsus menemukan terhadap kode etik profesional Polri atau tindakan merusak barang bukti, mengaburkan, dan merekayasa dengan melakukan mutasi.

Adapun untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi Polri melibatkan pihak-pihak eksternal, seperti Komnas HAM, Kompolnas selaku pengawas kepolisian.

Baca Juga: Profil dan Biodata Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Lengkap: Karir, Jabatan, Umur, Penghargaan

Timsus saat ini telah mendapatkan titik terang dengan melakukan proses-proses penanganan secara saintifik dengan melibatkan kedokteran forensik dan olah TKP melibatkan Timpuslabfor untuk menguji balistik, mengetahui perkenaan alur dan tembakan, pendalaman CCTV dan HP, biometrik dan beberapa tindakan lain yang bersifat ilmiah.

Ditemukan perkembangan baru bahwa tidak ditemukan fakta peristiwa tembak menembak seperti yang dilaporkan.

Timsus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang mengakibatkan saudara J meninggal dunia yang dilakukan oleh saudara RE atas perintah saudara SF.

Saudara E telah mengajukan JC, saat ini yang membuat peristiwa ini semakin terang. Kemudian, untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak menembak, saudara SF telah melakukan penembakan dengan senjata milik saudara J ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah-olah telah terjadi tembak menembak.

Baca Juga: Asbabun Nuzul Surat Al Maidah Ayat 48, Lengkap dengan Penjelasannya!

“Kemarin telah ditetapkan tiga tersangka yaitu, RE, KM, RR. Tadi pagi telah dilaksanakan gelar perkara dan Timsus telah memutuskan untuk menetapkan saudara SF sebagai tersangka,”

Komjen Agung Budi Maryoto, Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri menjelaskan ada beberapa personil yang diketahui mengambil CCTV dan sebagainya.

Ditpasum membuat surat perintah gabungan dengan melibatkan Divpropam Polri dan Bareskrim Polri telah melaksanakan pemeriksaan khusus kepada 56 personel Polri, dari 56 personel tersebut terdapat 31 personel Polri yang diduga melanggar kode etik profesional Polri.

Dari penyelidikan tersebut terdapat 11 personel yang melaksanakan penempatan khusus, sementara 3 perwira tinggi ditempatkan di Mako Brimob Polri.

Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri menetapkan empat tersangka yaitu Bharada RE, Bripka RR, KM, Irjen Pol FS.

Adapun peran serta dari masing-masing tersangka, antara lain:

Bharada RE melakukan penembakan terhadap korban
Bripka RR Turut membantu dan menyaksikan
KM turut membantu dan menyaksikan

Irjen Pol FS, menyuruh melakukan dan mengatur skenario peristiwa seolah-olah ada peristiwa baku tembak di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo.

Mengenai perannya masing-masing penyidik menerapkan Pasal 340 subsider 338 juncto 55 dan 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya selama 20 tahun.

Mengutip dari buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 338 KUHP berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun".

Sedangkan Pasal 340 KUHP berbunyi: “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

Dikutip melalui jurnal komisi yudisial, perbedaan antara kedua tindak pidana di atas terletak pada unsur dengan rencana terlebih dahulu (berencana).

Tindak pidana pembunuhan terwujud atau terjadi oleh adanya kehendak atau niat membunuh dan pelaksanaannya secara bersama.

Dengan kata lain, antara timbulnya kehendak membunuh dengan pelaksanaannya menjadi satu kesatuan.

“Sedangkan tindak pidana pembunuhan berencana terwujud atau terjadi diawali dengan rencana terlebih dahulu sebelum pelaksanaan pembunuhan, seperti pelaku memikirkan perbuatan yang akan dilakukan dengan tenang, adanya jarak waktu antara timbulnya kehendak sampai pelaksanaan kehendak,” dikutip melalui buku Pembunuhan Berencana, penulis Yanri (2017).

“Sementara antara tindak pidana pembunuhan berencana dengan tindak pidana pembunuhan perbedaannya terletak pada apa yang terjadi dalam diri pelaku sebelum pelaksanaan pembunuhan,” dikutip melalui buku Hukum pidana bagian khusus (KUHP Buku II), penulis Anwar M. (1986).

Selanjutnya, perbedaan pada tindak pidana pembunuhan berencana dengan pembunuhan biasa adalah pelaku membutuhkan waktu untuk berpikir secara tenang.

Sementara dalam tindak pidana pembunuhan biasa, antara kehendak membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan merupakan satu kesatuan.

“Tindak pidana pembunuhan berencana merupakan tindak pidana paling berat pidananya. Dilihat dari bentuk pidana yang diancamkannya, maksimal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara dua puluh tahun. Pembentuk KUHP merumuskan tindak pidana ini sebagai bentuk pembunuhan khusus yang memberatkan,” dikutip melalui buku Kejahatan terhadap tubuh dan nyawa, penulis Chazawi (2001).

Adapun motif terjadinya penembakan tersebut saat ini masih dilakukan pemeriksaan dan pendalaman saksi-saksi.***

Editor: Gilang Rafiqa Sari

Tags

Terkini

Terpopuler