MALANG TERKINI – Kasus perkawinan anak masih terus terjadi. Anak masih dianggap sebagai komoditas penghasil uang karena adanya mahar dalam pernikahan.
Pemikiran transaksional ini diungkapkan oleh Rita Pranawati, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesis (KPAI) dalam talk show nasional pada 3 Agustus 2021 kemarin.
“Jadi itu anak dianggap barang yang bisa dipertukarkan dengan barang komoditi, itu sangat sedih sekali anak dianggap aset,” ungkap Rita.
Dalam talk show yang digagas PP Nasyiatul Aisyiyah sebagaimana dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, pernikahan anak bermotif ekonomi disebut kerap terjadi karena pemikiran untung rugi.
Orang tua merasa rugi jika tidak menerima mahar karena sudah merawat si anak dari kecil. Selain itu, motif kultural dan pemahaman keagamaan yang ideologis turut memberi pengaruh.
Sementara itu, si anak akan kehilangan hak bermain dan tidak bisa memanfaatkan waktu luang. Mereka juga kehilangan hak untuk memperoleh kesehatan yang optimal.
Pada akhirnya menikah merupakan salah satu alasan terbentuknya masalah yang kompleks kareana anak dipaksa menjalani fase yang belum semestinya dijalani.
”Meskipun secara biologis masuk dewasa, tetapi organ reproduksinya belum siap,” jelas Rita dalam pertemuan virtual itu.