MALANG TERKINI - Fakta tentang Ogoh-ogoh yang identik dengan perayaan Hari Raya Nyepi umat Hindu di Bali ini sangat menarik untuk diketahui.
Ogoh-ogoh dikenal sebagai tradisi budaya umat Hindu Bali dalam menyambut Tahun Baru Saka. Biasanya satu hari menjelang Hari Raya Nyepi, umat Hindu melaksanakan tradisi arakan Ogoh-ogoh.
Dilansir Malang Terkini dari berbagai sumber, berikut adalah fakta-fakta tentang Ogoh-ogoh yang berkembang sebagai manifestasi seni di Bali, Indonesia.
Baca Juga: 20 Ucapan Menyambut Ramadhan 2023, Cocok Dibagikan di Media Sosial
Fakta unik dan menarik tentang Ogoh-ogoh
1. Ogoh-ogoh lahir sekitar tahun 1980-an
Ogoh-ogoh bagi masyarakat Bali bukan hanya sekedar ritual keagamaan, tetapi kental dengan nuansa kekeluargaan. Selain itu juga merupakan ajang kesenian dan kreativitas.
Masyarakat non-Hindu kerap menganggap pawai Ogoh-ogoh merupakan ajaran agama Hindu, tetapi kenyataannya kegiatan ini merupakan murni kreativitas umat Hindu di Bali.
Banyak versi yang beredar di masyarakat Bali yang menjelaskan asal mula Ogoh-ogoh, sehingga awal kemunculannya tidak diketahui dengan pasti. Namun dari berbagai sumber yang beredar diketahui bahwa perayaan ini baru mulai berkembang di tahun 1985.
Baca Juga: 10 Manfaat Mengkonsumsi Buah Nanas dalam Kesehatan
2. Ogoh-ogoh berarti Ondel-ondel yang menyeramkan
Sebutan Ogoh-ogoh berasal dari kata ogah-ogah yang dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi tahun 1986 artinya ondel-ondel dengan bentuk yang menyeramkan.
Sementara dalam Bahasa Bali, kata ogah-ogah artinya adalah sesuatu yang digoyang-goyangkan. Ogoh-ogoh sering diartikan suatu patung yang diarak mengelilingi desa sebelum akhirnya dibakar.
3. Ogoh-ogoh simbol Bhuta Kala
Ogoh-ogoh dalam kebudayaan masyarakat Bali disebut simbol Bhuta Kala, yang digambarkan sebagai sosok menyeramkan dengan tubuh besar, rambut tak beraturan, kuku panjang, dan bertaring.
Baca Juga: Sandiaga Uno Dorong Promosi Wisata, Diskon Pesawat dan Hotel Jelang Ramadhan dan Idul Fitri 2023
Bhuta Kala dalam ajaran umat Hindu Dharma merupakan istilah perwujudan kekuatan alam semesta (Bhu) dan waktu (Kala) yang begitu besar dan tak terbantahkan. Besarnya kekuatan alam raya ini direpresentasikan pada bentuk raksasa Bhuta Kala.
4. Tinggi Ogoh-ogoh antara 2 hingga 4 meter
Ogoh-ogoh biasa dibuat dengan tinggi mulai dari 2 hingga 4 meter. Walaupun terlihat sangat besar dan tampak berat, ternyata Ogoh-ogoh hanya terbuat dari bahan yang ringan dan mudah terbakar, seperti serbuk kayu, serbuk kertas, bambu, kain, dan lain-lain.
5. Ogoh-ogoh dibuat oleh warga satu Banjar
Ogoh-ogoh pada umumnya dibuat oleh sekelompok warga dalam satu Banjar atau setingkat Rukun Tetangga (RT) dalam satu desa di Bali.
Keberagaman karya Ogoh-ogoh ini bahkan sering dijadikan ajang perlombaan antar Banjar.
6. Pawai Ogoh-ogoh dilakukan pada malam Hari Raya Nyepi
Baca Juga: Niat Puasa Ramadhan Sebulan Penuh, Kapan Waktu Terbaik, Doa dan Artinya
Arakan Ogoh-ogoh dilakukan pada malam Tahun Baru Saka atau malam Hari Raya Nyepi. Pelaksanaannya bersamaan dengan Upacara Ngrupukan.
Upacara Ngrupukan adalah upacara pembersihan alam, disimbolkan dengan pecaruan (upacara untuk Bhuta Kala). Ngurupukan biasanya menyebar nasi tawur (sesaji), memasang obor di pekarangan rumah, dan memukul kentongan sampai gaduh karena sifat Bhuta Kala senang suara riuh.
7. Ogoh-ogoh didoakan sebelum arakan
Saat Ogoh-ogoh selesai dibuat, akan dilakukan ritual doa sebelum diarak keliling desa dengan iringan suara gaduh menuju Sema atau tempat pembakaran jenazah.
Di sanalah Ogoh-ogoh akan dibakar dengan maksud untuk menetralisir energi negatif Bhuta Kala yang ada di dalamnya.
8. Jika Ogoh-ogoh tidak dibakar bisa dirasuki energi negatif
Ogoh-ogoh yang tidak dibakar atau hanya didiamkan begitu saja, dipercaya akan dirasuki oleh energi negatif lain.
Proses pembakaran ini melambangkan keinsyafan dari manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dahsyat yang berasal dari kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia).
Baca Juga: Arti Feeling Lonely dan Tips Mengatasinya
9. Nilai Falsafah Ogoh-ogoh sebagai pembersih jiwa dan raga
Ogoh-ogoh adalah cerminan sifat-sifat negatif pada diri manusia. Pada saat upacara, Ogoh-ogoh diarak keliling desa bertujuan agar setan-setan yang ada di sekitar desa untuk ikut bersama Ogoh-ogoh, karena Ogoh-ogoh dianggap rumah mereka yang kemudian ikut terbakar.
Adanya unsur kepercayaan dan kesenian dalam Ogoh-ogoh dikaitkan dengan upacara Tawur Kesanga atau penyucian jiwa dan raga dari perbuatan dosa. Sehingga dalam hal ini Ogoh-ogoh memiliki sisi religius, di samping nilai sosial, budaya, dan ekonomi.
Kemeriahan festival Ogoh-ogoh yang dilakukan menjelang perayaan Nyepi di Bali menjadi hiburan tersendiri bagi umat Hindu dan agama lainnya. Kegiatan ini mampu memberikan dampak positif dalam menarik para wisatawan di dalam negeri hingga mancanegara.***