Ia mengambil seruling dan berjalan menuju ke sebuah bukit di dekat rumah mereka tinggal.
Setiba di atas bukit itu, Saku menangis dan melihat langit sambil bergumam kerinduannya kepada ayah dan ibunya.
“Ayah, Ibu! Kami sangat merindukan kalian. Mengapa begitu cepat kalian meninggalkan kami,” ucap Saku dalam isaknya.
Baca Juga: Ringkasan Cerita Malin Kundang dan Pesan Moralnya, Cerita Rakyat Asal Sumatra Barat
Kemudian, ia mulai meniup seluring sambil sambil menyanyikan lagu kesukaannya.
Ama ma aim honi (Ayah dan Ibu)
Kios man ho an honi (Lihatlah anakmu yang datang)
Nem nek han a amnaut (Membawa setumpuk kerinduan)
Masi ho mu lo’o (Walau kamu jauh)
Au fe toit nek amanekat (Aku butuh sentuhan kasihmu)
Masi hom naoben me au toit (Walau kalian teah tiada, aku minta)
Ha ho mumaof kau ma hanik kau (Supaya Ayah dan Ibu melindungi dan memberi rezeki)
Di tengah-tengah hanyut dalam lagu itu, tiba-tiba roh kedua orang tuanya turun dari langit.
Roh sang ayah menyampaikan pesan kepada Saku bahwa mereka berdua selalu bersamanya.
“Anakku, aku dan ibumu mendengarmu. Walaupun kita berada di dunia yang berbeda, namun kami akan selalu bersama kalian bertiga,” kata roh ayah.
Baca Juga: Pesan Moral Cerita Rakyat ‘Sangkuriang’, Kisah Masyarakat Jawa Barat