Tedx Talks Frederik Imbo: Cara Menghindari Sifat Baper untuk Hidup Bahagia

6 Maret 2023, 16:06 WIB
Frederik Imbo memberikan materi mengenai cara menghindari sifat baper untuk hidup bahagia ///Hasil tangkapan layar YouTube/Tedx Talks

MALANG TERKINI – Frederik Imbo, pendiri Imboorling, sebuah pusat pembelajaran di Belgia. Imbo menjadi pembicara di Tedx Talks pada 5 Maret 2020. Imbo mempresentasikan materi mengenai bagaimana cara menghindari sifat baper untuk hidup bahagia.

Frederik Imbo berpengalaman selama lebih dari 15 tahun dalam mendorong masyarakat untuk mencapai kesejahteraan hidup yang lebih baik, terutama dalam pengembangan diri. Imbo menyampaikan gagasannya di berbagai acara televisi, workshop, dan kelas pelatihan.

Materi Imbo di Tedx Talks mendapatkan 15 juta views karena ide dan gagasannya yang menarik untuk dipelajari mengenai cara menghilangkan sikap terlalu serius dalam diri.

Baca Juga: Studi : 1 dari 3 Remaja Indonesia Mengalami Masalah Kesehatan Mental

Mengapa seseorang menjadi terlalu serius dalam menanggapi sesuatu? Hal ini ditandai ketika kita merasa diabaikan, diserang, dikhianati, dan segala perasaan tidak dihargai oleh orang lain.

Seseorang akan menyalahkan orang lain dan menganggap rasa sakit yang dirasakan merupakan tanggung jawab orang lain. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Hal itu merupakan ego. Ego berpikir bahwa orang lain harus memperhatikan kita. Mengenai hal tersebut, ego tidak ingin dikritik dan hanya ingin diakui oleh orang lain.

Berdasarkan hal tersebut, seseorang cenderung menginginkan dirinya menjadi benar daripada menjadi bahagia. Sikap tidak mau kalah ini merupakan sesuatu yang sangat melelahkan. Ketika ego menguasai diri seseorang, ia akan merasa perlu terus-menerus bertarung demi mendapatkan pengakuan. Hal tersebut hanya akan menghabiskan banyak energi.

Apakah kita ingin menjadi benar atau menjadi bahagia? Mungkin sebagian orang akan berpikir bahwa mereka akan bahagia jika dapat mempertahankan sesuatu yang dianggap benar. Namun, sebaiknya kita harus waspada dengan sikap tersebut.

Selain itu, Imbo menceritakan pengalamannya ketika ia memutuskan untuk menjadi wasit sepak bola. Imbo mengungkapkan alasannya menjadi wasit bahwa hal tersebut merupakan upaya Imbo untuk melatih dirinya untuk tidak mudah menanggapi sesuatu secara berlebihan.

Baca Juga: Intip Kuota Haji Reguler Indonesia per Provinsi Tahun 2023, Berikut Rinciannya

Imbo mengungkapkan bahwa ia mendapatkan banyak cemoohan dari pemain bola di lapangan. Hal tersebut sangat membantu Imbo untuk mengembangkan kecerdasan emosi yang ia miliki.

Cara menjadi bahagia dan mengurangi sifat baper

Bagaimana cara menjadi bahagia dengan menjadi seseorang yang tidak berlebihan dalam menanggapi sesuatu alias baper? Imbo menjelaskan bahwa ada strategi dua sisi koin sebagai berikut:

1. Bukan tentang diriku

Bayangkan kita sangat antusias untuk melakukan presentasi di hadapan publik sehingga kita mengorbankan banyak waktu dan tenaga untuk mempersiapkannya. Namun, ketika memulai presentasi, kita melihat banyak orang yang tidak serius memperhatikan dan justru memainkan telepon genggamnya. Bagaimana rasanya?

Ketika kita terlalu serius menanggapi sesuatu itu artinya kita percaya bahwa itu tentang diri kita. Ego kita akan mengatakan “hormati saya!” Namun, pada kenyataannya, hal tersebut bukanlah tentang diri kita.

Jika kita melihat dari perspektif berbeda, kita mempertanyakan diri sendiri mengapa orang lain melakukan hal yang membuatnya kesal. Kenapa orang itu memainkan handphonenya saat kita melakukan presentasi? Kita dapat berpikir bahwa mungkin orang tersebut baru saja mendapatkan informasi penting yang ia tunggu-tunggu.

Selain itu, mungkin kita dapat mengasumsikan bahwa orang tersebut akan mencatat materi yang kita sampaikan di note handphone mereka? Itu merupakan hal yang luar biasa bukan? Oleh karena itu, kita perlu untuk mengubah fokus kita dari ‘saya’ ke ‘kita’.

Berdasarkan hal tersebut, kita membuat ruang untuk saling memahami daripada melakukan sabotase terhadap diri sendiri hingga menimbulkan iritasi dalam hati. Oleh karena itu, sebaiknya kita berpikir positif terhadap tindakan orang lain.

Imbo menjelaskan bahwa manusia memproduksi rata-rata 50.000 pikiran per hari. Dari sekian pikiran yang kita produksi, hanya 10.000 pikiran positif yang dapat dihasilkan.

Berdasarkan hal tersebut, kita menghasilkan 80% pikiran negatif dalam diri kita. Ketika orang lain tampaknya menertawakan tindakanmu mengenai suatu hal, ada kemungkinan bahwa orang tersebut sama sekali tidak bermaksud untuk menghina.

Baca Juga: Youngjae GOT7 Kejutkan Penggemar dengan Rilis Single Baru Pekan Depan

Oleh karena itu, memikirkan niat positif orang lain membutuhkan banyak kedisiplinan dan latihan. Inilah alasan mengapa Imbo menjadi seorang wasit sepak bola. Menurutnya, profesi tersebut akan membuatnya melatih diri untuk melihat sisi positif dari berbagai tindakan negatif di lapangan.

Saat menjadi wasit, Imbo melatih otaknya selama 90 menit di setiap pertandingan. Menjadi seorang wasit membutuhkan kemampuan untuk menghindari bias emosi dengan menjadi tidak mudah terpancing tindakan pemain secara emosional. Hal tersebut Imbo lakukan untuk mewujudkan tujuan fairplay atau pertandingan yang adil.

Dengan menguasai emosi, Imbo dapat mengkontrol pemain bola yang memang ingin memenangkan pertandingan dan selalu ingin menjadi benar. Menurutnya, ketika kita fokus terhadap niat orang lain, kita tidak butuh untuk terlalu serius menanggapi sesuatu.

Menurutnya, menjadi seorang wasit sepak bola bukanlah suatu hal yang mudah. Imbo mendapatkan banyak umpatan dan cemoohan.

“Kau pecundang! Cari hobi lain sana! Kau tahu? Pergilah memancing ikan!,” ungkap Imbo menyebutkan contoh cemoohan pemain bola terhadapnya.

Meskipun demikian, sebagai manusia, terkadang Imbo merasa gagal dalam mengambil keputusan dan menganggap dirinya memang salah. Pada titik tersebut, Imbo menanggapinya terlalu serius dan itu merupakan hal yang normal.

Setap koin memiliki dua sisi. Ketika Imbo gagal dalam menerapkan strategi pertama sisi koin ‘bukanlah tentang diriku’, ia menerapkan strategi kedua yaitu ‘tentang diriku’.

2. Tentang diriku

Strategi ini merupakan proses memperbaiki diri dengan menerima tindakan orang lain sebagai kritikan yang membangun. Dengan kata lain, strategi ini merupakan proses bercermin pada diri sendiri bahwa mungkin memang kita melakukan kesalahan dan berusaha memperbaikinya.

Seseorang akan merasa disakiti oleh orang lain sebab secara tidak sadar ia mengakui bahwa perkataan orang lain tersebut memang benar demikian. Ketika ada yang mengatakan bahwa kita adalah jeruk, kita tidak mungkin kesal karena pada faktanya kita bukanlah jeruk.

Baca Juga: 10 Cara Mengatasi Insomnia dengan Mudah

Namun, ketika orang lain mengatakan “Kamu egois!” ada perasaan tidak terima dan sakit hati karena memang ada beberapa kebenaran dalam pernyataan tersebut. Meskipun secara alamiah kita bukanlah seseorang yang egois tetapi kita pernah memiliki sifat tersebut, contohnya saat kita masih anak-anak.

Ketika kita merasa sakit hati, ada kemungkinan besar bahwa perasaan tersebut terhubung dengan pengalaman masa kecil. Mungkin saat masih kecil kita merasa tidak pernah cukup di mata orang tua kita.

Mungkin dulu kita sangat bangga mendapatkan nilai 9 pada ujian sekolah dan ingin menunjukkannya kepada orang tua. Namun, sayangnya orang tua bersikap dingin dan tidak terlihat antusias karena mereka menginginkan nilai 10.

Saat itulah kita merasakan kekecewaan dan sakit hati. Itulah momen kita menumbuhkan empati dalam diri. Pahamilah perasaan kita dengan penuh kesadaran.

“Hal itu menyakitkan. Aku sangat merindukan pengakuan. Aku merasa sedih dan tidak tahu kenapa,” tutur Imbo.

Dalam batas tentu kita butuh pengakuan. Oleh karena itu, tidak ada salahnya mengutarakan isi hati dan mempertanyakan tindakan orang lain terhadap kita. Hal tersebut dapat meningkatkan peluang orang lain agar dapat lebih mengerti kita.

Imbo menarik kesimpulan tentang bagaimana cara kita untuk tidak menanggapi sesuatu terlalu serius. Hal pertama yang harus diingat adalah sesuatu tersebut bukanlah tentang diri sendiri. Gunakan sudut pandang positif mengenai niat tindakan orang lain.

Jika strategi pertama tidak berhasil, renungkanlah kembali bahwa mungkin sesuatu hal tersebut memang merupakan kekurangan diri. Berusahalah untuk melakukan kontemplasi dan introspeksi diri demi mewujudkan kualitas diri yang lebih baik.

Kemudian cobalah untuk berempati kepada diri sendiri dengan memahami perasaan yang kita miliki. Ketika kita memahami perasaan diri sendiri, cobalah untuk mengutarakan perasaan kepada orang lain dalam upaya membangun komunikasi. Dengan demikian, kita saling mengerti satu sama lain dan terhindar dari berbagai perasaan negatif.***

Editor: Niken Astuti Olivia

Tags

Terkini

Terpopuler