Mengenal Perbedaan Cara Berpikir Filosof dan Ilmuwan, Simak Penjelasannya

4 Maret 2023, 15:31 WIB
Ilustrasi, perbedaan cara berpikir filosof dan ilmuwan //Pixabay/geralt

MALANG TERKINI – Karakteristik cara berpikir filosof dan ilmuwan memiliki persamaan yakni logis dan rasional. Keduanya memiliki perbedaan yang cukup menonjol dan menarik untuk diketahui dan analisis. Apa saja perbedaannya? Simak penjelasannya.

Ilmu pengetahuan merupakan upaya untuk mendapatkan pengetahuan yang dapat diandalkan dan memiliki validitas tinggi. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan merupakan upaya untuk mendeskripsikan dunia secara objektif menggunakan metode yang tersedia dan terus berkembang dari waktu ke waktu.

Sementara itu, filosofi merupakan upaya untuk membuat pengetahuan berjalan beriringan dengan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi. Dengan kata lain, filosofi merupakan upaya untuk membuat pengetahuan agar tidak kaku dengan menyesuaikannya dengan etika dan norma tertentu.

Baca Juga: Keuntungan dan Kerugian Kecerdasan Buatan dalam Kehidupan Manusia

Selain itu, ilmuwan berusaha membuat pengetahuan dapat dideskripsikan secara objektif berdasarkan karakteristik material dan empiris tanpa memerlukan pembenaran dari nilai-nilai etika dan norma tertentu.

Sedangkan filosof memandang dunia dengan dimensi yang lebih dinamis dengan memasukkan unsur nilai-nilai yang penting dalam kehidupan. Filosof berupaya untuk menggabungkan pengetahuan dengan segala hal yang sifatnya ideal untuk mewujudkan keadilan, dalam pikiran maupun tindakan.

Apa perbedaan cara berpikir filosof dan ilmuwan?

Ilmuwan dan filosof memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan. Keduanya saling melengkapi satu sama lain untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita bersama. Berdasarkan hal tersebut, kita perlu mengetahui perbedaan karakteristik cara berpikir ilmuwan dan filosof sebagai berikut:

1. Rasio vs Empiris

Baca Juga: Fitoplankton, Sang Penyumbang Oksigen Terbesar di Bumi

Salah satu perbedaan gaya berpikir filosof dan ilmuwan, yaitu ilmuwan menjadikan data-data empiris untuk menghasilkan hipotesis, sedangkan filosof menggunakan daya analitis mereka untuk menghubungkan berbagai informasi menjadi satu hipotesis.

Dengan demikian, para ilmuwan berpikir dengan kekuatan data empiris yang terverifikasi sedangkan para filosof berpikir secara sangat mendalam dengan kekuatan rasionya.

Berdasarkan hal tersebut, para ilmuwan menyampaikan satu pernyataan berdasarkan banyak sumber, buku, dan berbagai literasi yang dimilikinya secara mendalam. Sedangkan filosof mampu mengolah beberapa informasi tertentu dan menggabungkannya menjadi satu pernyataan yang rasional.

Oleh karena itu, para ilmuwan atau akademisi berpikir tentang bagaimana cara untuk mendapatkan sumber yang valid sedangkan filsuf berpikir tentang bagaimana cara mengolah informasi untuk dikaitkan dengan informasi-informasi lain. Meskipun hal ini tidak dapat digeneralisasi tetapi seringkali hal ini terjadi di ranah publik.

2. Independen vs Terikat

Baca Juga: Fenomena Langit Bulan Maret hingga Mei 2023, Ada Hujan Meteor Saat Idul Fitri!

Para filosof berpikir secara radikal sehingga mereka independen dalam menghasilkan produk pengetahuan. Cara berpikir tersebut menghasilkan metodologi berpikir yang berbeda dengan pihak lain. Hal tersebut menyebabkan cara berpikir filosof tidak terikat dengan metodologi apapun selain yang dipikirkannya.

Seorang filosof masyhur Aristoteles mungkin akan ditertawakan oleh masyarakat zaman sekarang karena beberapa pernyataannya hanya berdasarkan pengamatan rasional dan tidak berdasarkan metodologi ilmiah yang valid dan terverifikasi. Namun, cara berpikir independen Aristoteles tersebut telah menghasilkan metodologi ilmiah yang sekarang digunakan dan dikembangkan para ilmuwan.

“Ada kesepakatan luas bahwa filsafat dicirikan oleh berbagai fitur umum: adalah bentuk penyelidikan rasional, bertujuan untuk menjadi sistematis, dan cenderung secara kritis merefleksikan metode dan anggapannya sendiri,” ungkap Robert Audi di Macmillan Encyclopedia of Philosophy.

Logika Aristoteles, dialektika Hegel, atau kontroversi cara berpikir Nietzsche merupakan produk berpikir yang orisinil dan dianggap aneh oleh orang-orang di zaman mereka. Namun, mereka menghasilkan metodologi yang disepakati secara konsensus dan mengikat orang-orang di sekitar mereka..

Sementara itu, ilmuwan atau akademisi berpikir tentang sesuatu sesuai dengan metodologi akademis yang ketat, terverifikasi dengan batasan tertentu. Para ilmuwan akan melakukan penelitian terhadap suatu fenomena melalui metodologi yang sistematis dan terukur.

Ilmuwan akan melakukan metodologi ilmiah dengan melakukan berbagai macam langkah seperti melakukan observasi, menyusun pertanyaaan, menentukan batasan topik, melakukan hipotesis, eksperimen, analisis data, dan membuat kesimpulan laporan.

Baca Juga: Penelitian Sebut Sunscreen yang Kita Pakai Ancam Terumbu Karang, Cek Faktanya

Para ilmuwan akan melakukan pengamatan yang cermat, menerapkan skeptisisme yang ketat, dan pengujian eksperimental. Setiap langkah tersebut juga memiliki kemungkinan untuk revisi asumsi kognitif, mengubah hipotesis, dan menyesuaikan penafsiran.

Walaupun ilmuwan telah selesai melakukan berbagai langkah dalam metodologi ilmiah, belum tentu hal tersebut dapat diakui sebagai sebuah bukti ilmiah. Oleh karena itu, para ilmuwan sangat ketat dalam menentukan sesuatu yang dapat mereka percaya.

Berdasarkan hal tersebut, para filosof sangat terbuka terhadap metodologi karena mereka sendiri yang merancangnya, sedangkan para ilmuwan biasanya terikat pada metodologi tertentu dan sangat ketat dalam melakukan penelitian.

Oleh karena itu, masyarakat layak untuk menjadikan hasil penelitian seorang ilmuwan sebagai acuan informasi. Hasil penelitian para ilmuwan tersebut layak dijadikan landasan karena telah melewati banyak sekali tahapan yang sistematis dan empiris.

3. Specialist vs Expert Generalist

Para ilmuwan biasanya menguasai sedikit bidang tetapi sangat mahir di bidang yang ditekuninya sehingga mereka cenderung menjadi spesialis di bidang tertentu. Sedangkan filosof dapat merangkum seluruh ilmu pengetahuan dalam garis besar sehingga mereka cenderung menjadi expert generalist.

Para filosof berpikir secara menyeluruh, holistic, terbuka, bebas, dan universal. Sedangkan ilmuwan berpikir secara particular, satu fokus tertentu tetapi sangat dalam.

Baca Juga: Hukum Tarik Menarik atau Law of Attraction, Pengertian dan Sejarahnya

Kelebihan seorang filosof adalah dapat membicarakan tentang segala hal dengan siapapun dengan latar belakang yang berbeda-beda. Mereka mampu dan mengetahui landasan-landasan berpikir dari setiap kalangan, termasuk akademisi.

Tugas filosof adalah menganalisis sumber masalah yang fundamental dalam suatu permasalahan tertentu yang banyak orang belum tentu dapat melakukannya, termasuk akademisi. Namun, ketika filosof harus memunculkan sebuah solusi empiris, kita tidak dapat mengandalkannya.

Dengan demikian, kita membutuhkan akademisi yang akan menggali secara mendalam suatu permasalahan untuk memunculkan solusi yang terukur.

Berdasarkan salah satu kasus dalam sejarah, Karl Marx merupakan seorang filosof dan pemikir besar tetapi agar ia bisa mengubah dunia, ide-idenya harus ditafsirkan dan diwujudkan oleh Vladimir Lenin.

Karl Marx menuliskan ide besarnya dalam sebuah buku yang tidak aplikatif. Ide Marx tersebut menjadi aplikatif setelah mendapatkan interpretasi dari Lenin.

Secara garis besar, ilmuwan berpikir secara empiris, sistematis, objektif, analitis, dan verifikatif. Ilmuwan merumuskan masalah secara logis berdasarkan pengamatan dan eksperimen.

Sedangkan filosof berpikir secara rasional, komprehensif, radikal, bebas, dan universal. Filosof harus melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang sebelum mengemukakan sesuatu tanpa kontradiksi.***

Editor: Niken Astuti Olivia

Tags

Terkini

Terpopuler