Pentingnya Melakukan Skrining NIPT Bagi Ibu Hamil Risiko Tinggi

6 September 2023, 12:06 WIB
Simak pentingnya skrining NIPT bagi para ibu hamil risiko tinggi yang miliki penyakit bawaan. /freepik/valeria_aksakova/

MALANG TERKINI - Seorang ibu yang sedang mengandung ternyata juga bisa mengalami keadaan hamil risiko tinggi.

Hamil risiko tinggi ialah keadaan dimana ibu maupun janin memiliki risiko kematian, kesakitan tinggi saat mengandung, persalinan hingga setelah melahirkan.

Keadaan hamil resiko tinggi ini bisa disebabkan karna sang ibu memiliki beberapa penyakit bawaan seperti tekanan darah tinggi, diabetes, tiroid, gangguan darah, hingga depresi.

Hal inilah yang perlu diwaspadai oleh para ibu hamil risiko tinggi. Untuk mengetahui dan mengantisipasinya, beberapa dokter pun akan menyarankan untuk melakukan skrining NIPT.

Dokter spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan Dr. Med. dr. Damar Prasmusinto SpOG Subs KFM RS Cipto Mangunkusumo mengatakan ibu hamil yang memiliki risiko tinggi disarankan melakukan skrining kehamilan dengan noninvasive prenatal testing (NIPT) agar dapat meminimalisir risiko kelainan janin.

“Misalnya ibu usia di atas 35 tahun, ada riwayat cacat bawaan di keluarga, atau misalnya dari riwayat kematian janin dalam rahim sebelumnya itu dianjurkan periksa NIPT,” ucap Damar dalam diskusi kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Anggota Perkumpulan Obsteri dan Ginekologi Indonesia (POGI) ini mengatakan pasangan yang hamil di atas usia 35 tahun dan laki-laki di usia 55 tahun ke atas memiliki risiko kelainan bawaan yang meningkat sekitar 100 banding 1 kelahiran.

Damar menjelaskan NIPT dilakukan dengan mengambil darah sang ibu yang terkandung DNA bayi yang dikandungnya.

Dari darah tersebut akan bisa diketahui kondisi bayi apakah ada kelainan kormosom atau tidak.

Teknologi yang sudah berkembang selama bertahun-tahun menjadikan NIPT tidak membahayakan bagi janin karena yang diambil adalah darah dari ibu.

Berbeda dengan pemeriksaan yang mengambil air ketuban dengan cara disuntik ke perut ibu hingga menembus rahim yang dapat mengakibatkan kecacatan pada bayi ketika dilahirkan.

Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini mengatakan NIPT memerlukan biaya yang tidak sedikit dan belum ditanggung oleh BPJS sehingga diutamakan yang memiliki risiko tinggi saja.

Sementara itu, NIPT masih terbatas hanya pemeriksaan 5 kelainan janin saja seperti down syndrome, Edward Syndrom, Patau syndrome atau trisomy 21, 18, dan 13.

“Itu yang cukup baik sensitivitasnya, sementara yang lain masih rendah. NIPT masih terbatas sensitifitasnya 99 persen, artinya ada kemungkinan salah satu dari 100 yang diperiksa, dikonfirmasi lagi dengan pemeriksaan air ketuban jadi Golden Standard,” ucap Damar.

NIPT dianjurkan untuk ibu dengan kehamilan berisiko pada usia kehamilan 11-14 minggu atau memasuki trimester 2 awal.

Hal itu, kata Damar, karena pada usia kandungan tersebut jumlah DNA bayi sudah cukup optimal untuk dilakukan pemeriksaan.

Jika ada tindakan yang diharuskan seperti pengguguran masih cukup mudah dilakukan ketimbang sudah memasuki usia kehamilan yang lebih tua.

Damar juga mengingatkan kelainan janin dari kromosom tidak dapat dicegah, namun bisa diminimalisir risikonya melalui pemeriksaan NIPT seperti meminimalisir kelainan jantung pada janin yang terindikasi down syndrome.

Selain itu juga perlu memenuhi kebutuhan vitamin seperti asam folat, zinc dan juga enzim untuk perkembangan janin untuk mencegah risiko kelainan tulang belakang, dan risiko bibir sumbing.

Jika sudah melakukan NIPT dan janin terindikasi kelainan kromosom, dokter perlu melakukan konseling kepada pasien dan memperbaiki nutrisinya seperti asam folat, zat besi, vitamin D agar perkembangan janin tetap optimal meskipun ada kelainan. ***

Editor: Ianatul Ainiyah

Tags

Terkini

Terpopuler