Seandainya metafora Bung Karno boleh dilanjutkan, pemilu dan partai politik ibarat kendaraan yang meniti jembatan emas menuju kesejahteraan rakyat. Meminjam konsepsi Bung Karno, artinya demikian strategisnya posisi pemilu dan partai politik.
Terwujudnya pemilu yang demokratis dan berkualitas, sebagai jalan menuju kesejahteraan, bukan hanya menjadi tugas KPU, namun juga parpol peserta pemilu, dalam mendengarkan aspirasi rakyat, dan memilih kandidat yang memiliki integritas tinggi yang akan diajukan dalam pemilu.
Sekitar lima bulan lagi Pemilu 2024 akan berlangsung, waktu bangsa ini tidak banyak, butuh upaya lebih dari pemerintah untuk menjaga suasana kondusif di masyarakat, mengingat sebagian elite politik, utamanya anggota kabinet, semakin disibukkan dengan aktivitas elektoral.
Sementara tantangan Presiden Joko Widodo juga tidak ringan untuk bagaimana terus menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Keberhasilan pemerintahan Presiden Joko Widodo selama ini, dalam pembangunan infrastruktur dan penanggulangan pandemi, menjadi sinyal sebagai kehendak politik presiden untuk ikut menciptakan iklim demokrasi yang sehat bagi 2024 yang berkualitas.
Dalam beberapa hal, Presiden Joko Widodo berusaha mewujudkan apa yang dulu diibaratkan Bung Karno sebagai “jembatan emas”.
Dalam konteks jembatan emas, adakah partai politik sudah menyiapkan gagasan bagi kesejahteraan rakyat? Secara global pascapandemi akan menghadapi tantangan yang lebih berat, terlebih bila dihubungkan dengan konflik geopolitik di Ukraina.
Dunia akan menghadapi ketidakpastian ekonomi dan potensi terjadinya resesi sudah bisa diramalkan.
Dengan tantangan yang semakin kompleks, tampaknya belum terlihat parpol yang secara konkret sudah menyiapkan agenda untuk beradaptasi dengan perkembangan domestik dan global yang serba tidak pasti.
Di tataran domestik, belum didapatkan cetak biru parpol dalam merespons perkembangan situasi yang cenderung rentan, yang bisa dihubungkan dengan isu kesehatan, ketahanan pangan dan ketahanan energi.