Baca Juga: Liburan ke Semarang, Jangan Lupa Cobain 5 Makanan Khas Ibu Kota Jawa Tengah Ini
Dalam penelitian ini, Hazen dan tim melakukan uji coba dengan mengevaluasi 1.157 pasien yang sedang menjalani penilaian kesehatan jantung. Dari kasus tersebut peneliti menemukan bahwa kadar erythritol pada darah dihubungkan dengan risiko tiga tahun seseorang yang menderita serangan jantung atau stroke.
Menurut Hazen, penelitian ini sebenarnya sedang mencari tahu tentang bahan kimia dalam darah pasien lalu diidentifikasi mana yang berisiko terkena serangan jantung, stroke, hingga kematian pada tiga tahun ke depan.
Akhirnya peneliti menemukan bahan kimia dalam darah yaitu erythritol yang dapat memprediksi perkembangan serangan jantung, stroke, dan kematian pada masa yang akan datang.
Dari temuan tersebut, tim peneliti menindaklanjuti dengan penelitian lain terhadap 2.149 orang Amerika dan 833 orang Eropa.
Dari penelitian tersebut, ditemukan bahwa orang Amerika memiliki tingkat sirkulasi erythritol tertinggi 80 persen sehingga lebih memungkinkan terkena serangan jantung dan stroke. Sedangkan orang Eropa memiliki tingkat erythritol 2,2 kali lebih mungkin.
Peneliti menemukan bahwa erythritol dalam dalam bekerja memberikan rangsangan kepada trombosit, sehingga trombosit lebih responsif dan menggumpal. Hal tersebut yang dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.
Hazen juga meneliti pada 8 peserta sukarelawan sehat yang mengkonsumsi 30 gram erythritol yang dilarutkan dalam air. Hasilnya ditemukan sisa erythritol pada peserta tersebut sehingga berpotensi meningkatkan risiko pembekuan darah dalam dua sampai tiga hari.***